Saturday, May 23, 2009

pertanyaan

Untuk mencari yang ditanyakan ketik CTRL+F (find) kemudian ketik katakunci yang dicari contoh CTRL+F kemudian ketik SPIDER NEVI
1. SPIDER NEVI? spider nevi (daerah kemerahan seperti laba-laba akibat pelebaran pembuluh darah kecil di bawah permukaan kulit).

2. ERITEMA PALMARIS? kemerahan di telapak tangan.Adanya spider nevi dan eritema palmaris bukan disebabkan oleh gangguan faal hati, melainkan oleh karena estrogen yang meningkat pada kehamilan;' tanda-tanda ini dapat terjadi pada 2/3 wanita hamil yang berkulit putih, dan sedikit pada kulit berwama
Pada kelainan hepar gangguan keseimbangan hormonal (eritema palmaris, spider nervi)

3. Estrogen?
Estrogen (atau oestrogen) adalah sekelompok senyawa steroid yang berfungsi terutama sebagai hormon seks wanita. Walaupun terdapat baik dalam tubuh pria maupun wanita, kandungannya jauh lebih tinggi dalam tubuh wanita usia subur. Hormon ini menyebabkan perkembangan dan mempertahankan tanda-tanda kelamin sekunder pada wanita, seperti payudara, dan juga terlibat dalam penebalan endometrium maupun dalam pengaturan siklus haid. Pada saat menopause, estrogen mulai berkurang sehingga dapat menimbulkan beberapa efek, di antaranya hot flash, berkeringat pada waktu tidur, dan kecemasan yang berlebihan.
Tiga jenis estrogen utama yang terdapat secara alami dalam tubuh wanita adalah 
    1. estradiol,
    2. estriol, dan 
    3. estron. 
Sejak menarche sampai menopause, estrogen utama adalah 17β-estradiol. 
Di dalam tubuh, ketiga jenis estrogen tersebut dibuat dari androgen dengan bantuan enzim. 
    Estradiol dibuat dari testosteron, sedangkan 
    Estriol dibuat dari estrogen2 lain
    estron dibuat dari androstenadion. 

Terdapat tiga hormon estrogen utama, yaitu yang disebut estradiol, estriol, dan estron
    1.Estradiol adalah estrogen terkuat. Diproduksi oleh ovarium dan bertanggungjawab terhadap tumbuh kembangnya payudara.
    2.Estriol, estrogen terlemah dari ketiga estrogen utama. Dibuat di dalam tubuh dari estrogen-estrogen lain.
    3.Estrone, estrogen yang lebih lemah. Diproduksi oleh ovarium dan jaringan lemak.

Estron bersifat lebih lemah daripada estradiol, dan pada wanita pascamenopause estron ditemukan lebih banyak daripada estradiol. Berbagai zat alami maupun buatan telah ditemukan memiliki aktivitas bersifat mirip estrogen[1]. Zat buatan yang bersifat seperti estrogen disebut xenoestrogen, sedangkan bahan alami dari tumbuhan yang memiliki aktivitas seperti estrogen disebut fitoestrogen.

4. grouth hormone?
HORMON PERTUMBUHAN
     Hormon pertumbuhan, sesuai dengan namanya, memicu pertumbuhan tubuh anda, hormon ini juga berperan khusus pada perkembangan payudara. Hormon pertumbuhan begitu penting karena merupakan satu hormon yang paling banyak dalam tubuh anda. Diproduksi oleh kelenjar pituitary di otak, selama dua jam pertama tidur anda. Segera setelah dihasilkan, hormon pertumbuhan dikonversi di dalam hati (liver) menjadi zat baru yang lebih dapat digunakan tubuh, yang dikenal sebagai Insulin like Growth Factor (IGF). Hormon pertumbuhan dapat diibaratkan sebagai ‘Master Hormon” tubuh anda karena mengatur setiap hormon lain yang ada dalam tubuh.
Hormon pertumbuhan diproduksi dalam jumlah banyak selama masa pubertas, memacu pertumbuhan sel, jaringan, dan organ. Tanpa jumlah yang cukup, tubuh anda otomatis tidak akan tumbuh.
Sebagai wanita dewasa, hormon pertumbuhan berpengaruh pada perbaikan sel dan pergantian sel. Sayangnya, level hormon pertumbuhan mulai berkurang setelah usia 30 tahun. Seiring waktu, ketika anda mencapai usia 60 tahun, hormon pertumbuhan anda 75% lebih rendah dibandingkan ketika usia anda 20 tahun! Hormon pertumbuhan yang rendah inilah yang mengakibatkan proses yang disebut penuaan tubuh.
Untuk pembesaran, payudara mewajibkan hormon pertumbuhan dalam jumlah banyak. Anda memilikinya sebanyak ‘1 ton’ pada saat pubertas. Wah, jumlah yang fantastis yang kita tidak pernah menyadarinya. Jika tubuh dengan setianya telah memberikan apa yang sesungguhnya menjadi hak kita, katakan saat payudara kita tubuh dan berkembang….Adalah sebuah kewajiban kita untuk merawat tubuh kita sebaik-baiknya.
5. Liver nail? White lines across the nail may indicate a liver disease.
 Example of white nails(Cirrhosis)

6.kriptogenik? Sirosis kriptogenik adalah suatu kondisi di mana anak balita itu tidak memiliki saluran empedu.

7. Kolangitis Sklerotik Primer ?Kolangitis Sklerotik Primer adalah peradangan saluran empedu di dalam dan di luar hati, yang pada akhirnya membentuk jaringan parut dan menyebabkan penyumbatan. 

8.fatty liver?
Perlemakan Hati 
DEFINISI 
Perlemakan Hati (Fatty Liver) merupakan pengumpulan lemak (lipid) yang berlebihan di dalam sel-sel hati. 

PENYEBAB 
Penyebab dari fatty liver adalah sebagai berikut:
• Kegemukan (obesitas) 
• Kencing manis (diabetes) 
• Bahan kimia dan obat-obatan (contohnya alkohol, kortikosteroid, tetrasiklin, asam valproat, metotreksat, karbon tetraklorid, fosfor kuning) 
• Kurang gizi dan diet rendah protein 
• Kehamilan 
• Keracunan vitamin A 
• Operasi bypass pada usus kecil 
• Fibrosis kistik (bersamaan dengan kurang gizi) 
• Kelainan bawaan pada metabolisme glikogen, galaktose, tirosin atau homosistin 
• Kekurangan rantai-medium arildehidrogenase 
• Kekurangan kolesterol esterase 
• Penyakit penumpukan asam fitanik (penyakit Refsum) 
• Abetalipoproteinemia 
• Sindroma Reye.
GEJALA 
Fatty liver biasanya tidak menyebabkan gejala-gejala. 
Kadang bisa menimbulkan sakit kuning (jaundice), mual, muntah, nyeri dan nyeri tumpul di perut. 

DIAGNOSA 
Jika pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran hati tanpa gejala-gejala lainnya, maka diduga merupakan suatu fatty liver. 

Diagnosis bisa diperkuat dengan melakukan biopsi hati, dimana digunakan jarum berlubang untuk mendapatkan contoh jaringan yang akan diperiksa dengan mikroskop. 

PENGOBATAN 
Kelebihan lemak di dalam hati sebetulnya bukan merupakan masalah yang serius. Tujuan dari pengobatan adalah menghilangkan penyebabnya atau mengobati penyakit yang mendasarinya. 

Bila hati secara berulang mendapat pemaparan dari bahan-bahan racun seperti alkohol, pada akhirnya fatty liver akan berkembang menjadi sirosis.

9.melatonin? Melatonin adalah produk dari kelenjar pineal yang merupakan komponen esensial sistem fotoneuroendokrin dimana sekresinya dirangsang oleh ada tidaknya cahaya dari lingkungan. Organ pineal akan menerima signal dari retina yang bertindak sebagai fotoreseptor dan suprachiasmatic nucleus yang bertindak sebagai oscillator endogen. Signal ini selanjutnya akan ditransmisikan melalui kompleks sistem saraf simpatik ke kelenjar pineal sebagai target terakhir untuk mensekresi melatonin. Bila tidak ada cahaya atau keadaan gelap yang merupakan titik awal rangsangan maka sistem saraf simpatis akan melepas norepinefrin (NE) dalam jumlah yang besar. Dengan meningkatnya norepinefrin maka akan merangsang sintesis dan sekresi melatonin serta neuroendokrin messenger darkness. Setelah retina dan suprachiasmatic nucleus menerima signal cahaya gelap maka signal tersebut akan diteruskan ke spinal cord dan selanjutnya ke kelenjar pineal melalui ganglion cervical superior untuk meningkatkan sekresi melatonin. Bila keadaan gelap makin lama maka sekresi melatonin akan semakin meningkat.
Keyword : fotoneuroendokrin, melatonin dan kelenjar pineal

  Apa itu melatonin? Melatonin adalah hormon yang dihasilkan oleh pineal body, yakni suatu kelenjar yang seukuran setengah biji kacang dan terletak ditengah otak. Hormon ini mulai dihasilkan ketika matahari terbenam dan mencapai puncaknya antara pukul 02.00-03.00 sehingga terkadang dinamakan dengan hormon kegelapan atau hormon malam. 
Suatu yang menjadi catatan bahwa produksi melatonin dan kelenjar pineal body akan semakin sedikit seiring dengan bertambahnya umur manusia. Apabila manusia telah sampai pada pertengahan ussia (40-50), kadar melatonin itu akan semakin berkurang hingga setengahnya dari kadar aslinya, seperti saat ia masih berusia dua puluhan.
Banyak efek yang dihasilkan oleh melatonin, mulai dari 
1. antioksidan, 
2. sistem imunitas tubuh, hingga
3. pemegang jam biologis. 
Sifat antioksidannya berbeda dengan antioksidan lain. Kebanyakan antioksidan bekerja dengan sistem reduksi oksidasi, yang memungkinkannya kembali ke bentuk semula setelah bekerja sebagai antioksidan; sedangkan melatonin tidak. Sekali teroksidasi, melatonin tidak bisa lagi tereduksi sehingga dikenal sebagai antioksidan terminal.
Pada sistem imunitas tubuh, melatonin dapat memacu produksi leukosit dan limfosit yang berperan dalam menjaga kekebalan tubuh. 
Selain itu. Melatonin juga memegang jam biologis, yakni jam bangun dan tidurnya seseorang. Seseorang yang terbiasa tidur dan bangun jam sekian, tentu akan mengalami kesulitan pada awalnya ketika diminta menggeser, karena ada jam otomatis dalam tubuhnya yang mengatur kapan ia harus bangun dan kapan ia harus tidur. 


10.Widal positif palsu ? pada malaria, tetanus, sirosis

11.sepsis? Jumlah leukosit yang diatas 30000 memang membuat kita berfikir ke arah sepsis

12.hormon saat kita tidur?
Agar dapat memperbaiki sel-sel yang rusak, tubuh membutuhkan tidur. Tidur sehat manusia adalah 7 sampai 9 jam setiap hari. Perbaikan sel ini dipicu oleh hormon yang bernama Human Growth Hormone (HGH).
Pernahkah Anda bertanya mengapa meskipun tidur lebih dari 8 jam, Anda tidak merasakan ingin buang air kecil pada saat tertidur? Saat kita tidur, tubuh memproduksi hormon vasopressin yang menghambat pengeluaran urine sehingga kita bisa tidur tanpa terganggu harus ke kamar kecil.
berkemih merupakan koordinasi dari beberapa otot kandung kemih
hal ini melibatkan saraf baik simpatis maupun parasimpatis yang mengatur proses berkemih
saraf simpatis biasanya diatas oleh kemauan kita, sedangkan saraf parasimpatis biasanya bekerja diluar kehendak kita
saat tidur, terutama sewaktu bermimpi (baik mimpi mau pipis maupun mimpi berenang) biasanya saraf parasimpatis bekerja
jika sewaktu tidur kandung kemih penuh maka terjadilah relaksasi otot penjaga pintu kandung kemih bagian dalam yang sarafi oleh parasimpatis.
sedangkan saraf simpatis mungkin saat tidur lelap tidak terjaga betul, sehingga terjadilah proses berkemih yang biasanya kita kenal dengan mengompol.
Arti kalimat itu adalah Shalat itu lebih
baik dari pada tidur. Pernahkan kita mencoba sedikit saja menghayati kalimat Asolatu
haeruminanoum? Mengapa kalimat itu justru dikumandangkan hanya pada shalat
shubuh, tatkala kita semua sedang tidur lelap, dan bukan pada azan untuk
sholat lain? Sangat mudah bagi kita semua mengatakan bahwa sholat shubuh memang baik
karena menuruti perintah Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. Apapun perintahnya
pasti bermanfaat bagi kehidupan manusia. Tetapi di sisi mana manfaat itu? Apa supaya punya waktu banyak untuk
mencari rezki, tidak ketinggalan kereta
atau bus karena macet? Pada waktu dulu belum ada desak-desakan seperti
sekarang semua masih lancar, untuk itu tinjauan dari sisi kesehatan
jantung/kardiovasku lar masih menarik untuk dicermati. Untuk tidak berpanjang kata maka dikemukakan data bahwa
sholat shubuh
bermanfaat karena dapat mengurangi kecenderungan terjadinya gangguan
jantung/Kardiovaskular. Kesimpulan ini didasarkan atas 3 hasil penelitian/studi yang berbeda-beda.
baik itu riset dasar, epidemiologis maupun riset fisiologi. Pada penelitian
epidemiologis klinis dalam skala besar yang melibatkan jumlah ribuan pasien
(Penelitian MILIS, Penelitian GISSI 2) dan studi-studi lain di luar negeri,
yang dipercaya sebagai suatu penelitian yang shahih maka dikatakan puncak
terjadinya serangan jantung sebagian besar dimulai pada jam 6 pagi sampai
jam 12 siang . Mengapa demikian? Karena pada saat itu sudah terjadi
perubahan pada sistem tubuh dimana terjadi kenaikan tegangan saraf simpatis
(istilah China : YANG) dan penurunan tegangan saraf parasympatis (YIN).
Tegangan simpatis yang meningkat akan menyebabkan kita siap tempur, tekanan
darah akan meningkat, denyutan jantung lebih kuat dan sebagainya. Pada tegangan saraf parasimpatis yang
meningkat maka terjadi penurunan
tekanan darah, denyut jantung dan nadi kurang kuat dan ritmenya melambat.
Terjadi peningkatan aliran darah keperut untuk menggiling makanan dan
berkurangnya aliran darah keotak sehingga kita merasa mengantuk, pokoknya
yang cenderung kepada keadaan istirahat. Pada pergantian waktu pagi buta (mulai pukul 3 dinihari) sampai pukul 12
siang itulah secara diam-diam tekanan darah berangsur naik, terjadi
peningkatan kadar hormon noradrenalin, suatu zat kimia dalam tubuh yang
berefek meningkatkan tekanan darah dan penyempitan pembuluh darah (efek
vasokontriksi) serta meningkatkan sifat pembekuan darah (meningkatkan
agregasi trombosit yaitu sifat saling menempel satu sama lain pada sel
trombosit agar darah membeku, ingat saja kalau kita mengalami perdarahan
karena pisau maka tidak lama darah akan membeku dan luka tertutup) dan ini
terjadi pada dini hari saat kita tertidur lelap. Hal ini terjadi pada semua manusia, setiap hari termasuk anda dan saya
maupun bayi anda. Hal seperti ini disebut sebagai ritme Circadian/Ritme
keseharian, yang secara kodrati diberikan Tuhan kepada manusia.
Kenapa begitu dan apa keuntungannya hanya Tuhan yang bekuasa menerangkannya
saat ini. Namun apa kaitannya keterangan di atas dengan kalimat Asolatu Haeruminanaum?
Sembahyang subuh lebih baik dari tidur? Pendekatan ilmiah untuk menerangkan
hal ini dapat diuraikan secara tidak langsung melalui penelitian Dr. Furgot
dan Zawadsky yang pada thn 1980 dalam penelitiannya mengeluarkan sekelompok
sel dinding arteri sebelah dalam pada pembuluh darah yang sedang
diselidikinya (dikerok). Pembuluh darah yang normal yang tidak dibuang sel-sel yang melapisi dinding
bagian dalamnya akan melebar bila ditetesi suatu zat kimia yang disebut .
asetilkolin . Pada penelitian ini dengan dikeluarkannya sel-sel dari dinding
sebelah dalam pembuluh darah itu, maka pembuluh tadi tidak melebar kalau
ditetesi asetilkolin. Penemuan ini tentu saja menimbulkan kegemparan dalam dunia kedokteran "Jadi
itulah yang menentukan melebar atau menyempitnya pembuluh darah , sesuatu
Hilman Rosyad
http://www.pengajianonline.com _PDF_POWERED _PDF_GENERATED 20 April, 2009, 14:14
penemuan baru yang sudah sekian lama, sekian puluh tahun diteliti tapi tidak
ketemu". Penelitian itu segera diikuti penelitian yang lain diseluruh dunia
untuk mengetahui zat apa yang ada didalam sel bagian dalam pembuluh darah
yang mampu mengembangkan melebarkan pembuluh itu. Dari sekian ribu
penelitian maka zat tadi ditemukan oleh Dr. Ignarro serta Murad dan disebut
NO/Nitrik oksida. Ketiga peneliti itu Dr. Furchgott, Dr. Ignarro serta Dr. Murad mendapat
hadiah NOBEL, (suatu penghargaan bagi mereka yang menemukan suatu yang
spectaculer bagi kehidupan manusia) dalam bidang kedokteran tahun 1998,
(jadi masih hangat karena baru 7 tahun yang lalu). Zat NO selalu diproduksi oleh tubuh kita, dalam keadaan istirahat
tidur pun
selalu diproduksi, namun produksinya dapat ditingkatkan oleh obat (antara
lain oleh obat golongan nitrat- semacam obat untuk penyakit jantung) tetapi
juga dapat ditingkatkan dengan bergerak, dan olah raga. Efek Nitrik oksida
(NO) yang lain adalah mencegah kecenderungan membekunya darah dengan cara
mengurangi sifat agregasi/sifat menempel satu sama lain dari trombosit pada
darah kita. Jadi kalau kita bangun tidur pada pagi buta lalu bergerak , saat
dimana tamu yang tidak kita inginkan yaitu hormon noradrenalin selalu saja
datang pada saat tersebut, maka hal itu akan memberikan pengaruh yang baik
pada pencegahan gangguan penyakit jantung/kardiovasku ler. Naiknya kadar NO
dalam darah karena bergerak/exercise/ olah raga antara lain yaitu karena
wudu, sholat sunnah dan wajib, apa lagi bila disertai berjalan kemesjid
merupakan proteksi bagi pencegahan kejadian kardiovaskular. Apalagi biasanya
orang setelah sholat shubuh tidak tidur lagi tetapi mengerjakan apa saja
yang juga dengan bergerak. Terlebih baik lagi bila mereka berolah raga.
Selain itu patut dicatat bahwa pada posisi rukuk dan sujud terjadi proses
mengejan, posisi ini meningkatkan tonus parasimpatis. (yang melawan efek
tonus simpatis) . Demikianlah kekuasaan Allah, ciptaannya selalu bekerja dalam berpasanganpasangan , siang - malam, panas - dingin dan zat NO melawan zat anti NO.


Selama tidur, aktivitas sistem saraf simpatis menurun sedangkan sistem parasimpatis meningkat."
13 uremia? Uremia
Uremia adalah kadaan toksik yang disebabkan gagal ginjal. Hal ini terjadi bila fungsi ginjal tidak dapat membuang urea keluar dari tubuh sehingga urea menumpuk dalam darah. Uremia dapat menyebabkan gangguan pada keping darah dan hipersomnia serta efek lainnya.
Selain gagal ginjal, tingkat urea dalam darah dapat naik dengan:
  kenaikan produksi urea dalam hati, yang disebabkan: 
o diet tinggi protein 
o meningkatnya pemecahan protein (oleh operasi, infeksi, trauma, kanker) 
o pendarahan pada saluran pencernaan 
o obat-obatan tertentu seperti kortikosteroid 
  penurunan pembuangan urea, yang disebabkan: 
o menurunnya aliran darah melalui ginjal (misal disebabkan oleh hipotensi atau tekanan darah rendah, dan gagal jantung) 
o obstruksi atau gangguan pada aliran kemih 
14 azotemia?
Peningkatan ’sampah’ nitrogen dalam darah (misalnya kreatinin dan nitrogen urea) disebut azotemia. Seseorang dikatakan mengalami GGA bila terjadi peningkatan kadar kreatinin (SrCr) >0,5 mg/dL (untuk SrCr dasar <2,5>1 mg/dL (untuk SrCr dasar >2,5 mg/dL). (Kimble & Anne, 2005)
15.diagnosis pasti sirosis? 
Diagnosis pasti dibuat berdasarkan pemeriksaan mikroskopis dari jaringan hati (biopsi).

16.asites diet rendah garam?
Nutrisi yang baik juga membantu memelihara keseimbangan cairan normal tubuh dan elektrolit dalam tubuh. Pasien-pasien dengan retensi cairan dan pembengkakan abdomen (ascites), atau kaki (peripheral edema), mungkin membutuhkan diet yang rendah garam untuk menghindari retensi sodium yang menyebabkan retensi cairan
memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: infus dextros 5% dan NaCl 0,9%
17.ketosis?
Keton adalah hasil akhir dari proses pembentukan energi yang bersumber dari pemecahan lemak, sayangnya zat keton ini dalam jumlah yang banyak mempunyai efek yang kurang baik bagi perkembangan otak,\
18. ursodeoxychold acid?
Some ursodeoxycholic acid preparations can also help to treat primary biliary cirrhosis which is when bile ducts become inflamed and damaged.
primary bile acids can be metabolized into secondary bile acids by intestinal bacteria. Primary and secondary bile acids help the body digest fats. Ursodeoxycholic acid helps regulate cholesterol by reducing the rate at which the intestine absorbs cholesterol molecules while breaking up micelles containing cholesterol. Because of this property, ursodeoxycholic acid is used to treat (cholesterol) gallstones non-surgically.
primary bile acids can be metabolized into secondary bile acids by intestinal bacteria. Primary and secondary bile acids help the body digest fats. Ursodeoxycholic acid helps regulate cholesterol by reducing the rate at which the intestine absorbs cholesterol molecules while breaking up micelles containing cholesterol. Because of this property, ursodeoxycholic acid is used to treat (cholesterol) gallstones non-surgically.
The drug reduces cholesterol absorption and is used to dissolve (cholesterol) gallstones in patients who want an alternative to surgery.
Ursodeoxycholic acid reduces elevated liver enzyme levels by facilitating bile flow through the liver and protecting liver cells.
19.isi kandung empedu?
Kandung empedu merupakan kantong otot kecil yang berfungsi untuk menyimpan empedu (cairan pencernaan berwarna kuning kehijauan yang dihasilkan oleh hati).
Sekitar separuh empedu dikeluarkan diantara jam-jam makan dan dialirkan melalui duktus sistikus ke dalam kandung empedu. Sisanya langsung mengalir ke dalam saluran empedu utama, menuju ke usus halus. 
Jika kita makan, kandung empedu akan berkontraksi dan mengosongkan empedu ke dalam usus untuk membantu pencernaan lemak dan vitamin-vitamin tertentu.
Empedu terdiri dari: 
- garam-garam empedu 
- elektrolit 
- pigmen empedu (misalnya bilirubin) 
- kolesterol 
- lemak.
Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dirubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.
Batu kandung empedu bisa menyumbat aliran empedu dari kandung empedu, dan menyebabkan nyeri (kolik bilier) atau peradangan kandung empedu (kolesistitis). 
Batu juga bisa berpindah dari kandung empedu ke dalam saluran empedu, sehingga terjadi jaundice (sakit kuning) karena menyumbat aliran empedu yang normal ke usus.
20. prognosis sirosis?
Koinfeksi dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk
prognosis adalah jauh lebih buruk pada pasien dengan penyakit hati lanjut
Gambaran klinis, pengobatan dan prognosis pasien sirosis hati tergantung pada 2 komplikasi, yakni kegagalan hati, dan hipertensi portal
Kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
Pemeriksaan CHE (kolinesterase) : penting dalam menilai sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun, pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan dibawah nilai normal, mempunyai prognosis yang jelek.
bila hati mengecil artinya, prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapak tangannya sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit pada perabaan hati.
VI.Komplikasi
Bila penyakit sirosis hati berlanjut progresif, maka gambaran klinis, prognosis dan pengobatan tergantung pada 2 kelompok besar komplikasi :
1.Kegagalan hati (hepatoseluler) ; timbul spider nevi, eritema palmaris, atrofi testis, ginekomastia, ikterus, ensefalopati, dll.
2.Hipertensi portal : dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh vena esofagus/cardia, caput medusae, hemoroid, vena kolateral dinding perut.
Bila penyakit berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul komplikasi dan berupa :
3.Asites
4.Ensefalopati
5.Peritonitis bakterial spontan
6.Sindrom hepatorenal
7.Transformasi ke arah kanker hati primer (hepatoma)
21.hepatorenal sindrom? Sindrom Hepatorenal adalah keadaan gagal ginjal akut yang ditandai dengan oliguri progresif yang terjadi pada penderita penyakit hati berat tanpa penyebab lain yang secara klinis, laboratoris dan anatomis dapat menyebabkan gagal ginjal. 
Sindrom Hepatorenal adalah keadaan gagal ginjal akut yang ditandai dengan oliguri progresif pada penderita penyakit hati berat tanpa penyebab lain yang secara klinis, laboratorium dan anatomis dapat menyebabkan gagal ginjal(2,5).Sindrom Hepatorenal secara klinis mempunyai 2 subtipe, yaitu : tipe 1, ditandai oleh gangguan fungsi ginjal secara cepat dan progresif dengan peningkatan kreatinin serum di atas 250 ug/ml dalam waktu kurang dari 2 minggu, sedangkan pada tipe 2, gangguan fungsi ginjal dengan progresivitas yang lebih lambat(5).PATOGENESIS Gagal ginjal pada sindrom hepatorenal adalah fungsinya sedangkan kelainan anatomis tidak jelas dijumpai. Oliguri yang
terjadi merupakan gagal ginjal prerenal dengan integritas tubular tetap dipertahankan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya reabsorpsi natrium pada sistem tubular sehingga ekskresi natrium urin rendah.Walaupun sudah diketahui bahwa penurunan perfusi ginjal merupakan faktor utama dalam patogenesis sindrom hepatorenal, khususnya di pembuluh darah korteks ginjal, namun mekanisme yang mendasarinya belum sepenuhnya diketahui. Penurunan perfusi ginjal mungkin disebabkan oleh penurunan volume sirkulasi efektif, atau karena vasokonstriksi pembuluh darah ginjal
DIAGNOSIS Diagnosis sindrom hepatorenal didasarkan pada oliguri yang tidak diketahui sebabnya pada penderita penyakit hati. Penting untuk meneliti penyebab lain gagal ginjal akut tersebut seperti : hipotensi prerenal, hipovolemi, perdarahan gastrointestinal, dan dehidrasi karena diare dan muntah, glomerulonefritis (termasuk glomerulosklerosis), IgA nefropati, dan krioglobulinemia, infeksi hepatitis C dihubungkan dengan penyakit hati, nekrosis tubular bakterial atau toksin kimia, obat-obat nefrotoksik, hipoksi lama, nefritis interstitial, dan obstruksi post-renal

22.jamu? beberapa jamu-jamuan memiliki kandungan steroid yang berefek kurang lebih sama seperti analgesik tersebut. Namun sekali lagi kami tidak bermaksud menghimbau anda untuk tidak mengkonsumsi jamu.
Beberapa jenis jamu dapat menurunkan kadar darah ARV
Menyinggung obat yang ditarik karena kelebihan kandungan phrofil phenil amina (PPA),
Dikatakannya pula, senyawa PPA yang dikandung itu akan berdampak buruk terhadap organ tubuh, terutama kepada ginjal dan hati.
Sirosis meru pakan kondisi terakhir kerusakan hati oleh penyebab yang beragam. Mulai dari kelainan hati bawaan lahir, penyakit infeksi hati (hepatitis), keracunan obat, hingga keracunan bahan aflatoxin (kacang-kacangan, umbi-umbian busuk) dan alkoholik (peminum alkohol berat).

Dari riwayat seseorang yang mengidap sirosis akan terungkap apa penyebabnya. Peminum jamu rumahan dulu terkena kerusakan hati oleh aflatoxin karena bahan baku pembuat jamunya busuk
Aflatoxin
Hati juga rusak oleh racun aflatoxin. Racun ini berasal dari kacang dan sejenisnya yang tercemar jamur (kapang) khusus. Jamur ini yang menghasilkan racun bernama aflatoxin yang berpotensi merusak hati. 
Aflatoxin juga tumbuh pada padi-padian, biji-bijian, umbi-umbian yang penyimpanannya tidak bersih. Maka bila sudah membusuk, sebaiknya tidak dikonsumsi. Termasuk bila mengonsumsi jamu buatan rumahan. Bila bahan jamunya sudah tercemar jamur, sudah pasti mengandung racun aflatoxin. 
Jamu seduh yang sudah tercemar jamur bisa tampak dari warnanya yang berubah, selain aromanya tidak seperti biasa. Namun tidak demikian dengan jamu dalam kapsul. Itu bahayanya bila jamu dikemas kapsul. Karena tidak terlihat warna dan tercium aromanya. 
aflatoxin jamu dengan standar WHO.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan aflatoxin pada jamu sarirapet berkisar antara 0,221 ppb-0,448 ppb. Harga ini di bawah standar WHO dimana kandungan aflatoxin tidak boleh melebihi 20 ppb. Kesimpulan penelitian ini adalah jamu sari rapet aman dikonsumsi tubuh.
23. indikasi pemberian antivirus?
Bila BhsAg tetap positif dan SGOT/PT meningkat lebih dari 1,5 kali batas atas normal pada > 3 kali pemeriksaan berturut-turut dengan interval minimal 2 bulan, perlu dipertimbangkan pemberian terapi antivirus

24.Al-Qanun inbu sina?

25. ing ngarso sung tulodho = ketika di depan publik, kita harus bisa memberikan contoh/ teladan yang baik pd yang lain 

ing madyo mangun karsa= ketika di tengah/di antara publik, kita harus 'mangun karso' bekerja keras[membangun kinerja yang baik]

ada 1 lagi lho sebenernya.. yang ada di topi" sekolah n suka d jadiin nama orang..

tut wuri handayani= ketika kita ada di belakang, kita harus memberi semangat dan motivasi/support/dorongan buat yang lainnya.

26.gram – adalah warna merah 
 Baakteri perut: shigella disentri,salmonella tipi,e coli
  Gram + (BTA)
 Stap,Strep,Salmonella tipi, Clostridium tetani

27. MAB? 2DP + SP
 

28. komponen2 radikal bebas(dr NYO)?
Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan elektron, sehingga molekul tersebut menjadi tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron dari molekul atau sel lain. Radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme tubuh dan faktor eksternal seperti asap rokok, hasil penyinaran ultra violet, zat kimiawi dalam makanan dan polutan lain. Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas bersifat kronis, yaitu dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk penyakit tersebut menjadi nyata. Contoh penyakit yang sering dihubungkan dengan radikal bebas adalah serangan jantung dan kanker. Untuk mencegah atau mengurangi penyakit kronis karena radikal bebas diperlukan antioksidan.
Sebenarnya, tubuh manusia dapat menetralisir radikal bebas ini, hanya saja bila jumlahnya terlalu berlebihan, maka kemampuan untuk menetralisirnya akan semakin berkurang. Merokok, misalnya, adalah kegiatan yang secara sengaja memasukkan berbagai racun kimiawi yang bersifat radikal bebas ke dalam tubuh. Tubuh manusia didesain untuk menerima asupan yang bersifat alamiah, sehingga bila menerima masukan seperi asap rokok, akan berusaha untuk mengeluarkan berbagai racun kimiawi ini dari tubuh melalui proses metabolisme, tetapi proses metabolisme ini pun sebenarnya menghasilkan radikal bebas. Pada intnya, kegiatan merokok sama sekali tidak berguna bagi tubuh, walau pun dapat ditemui perokok yang berusia panjang.
Radikal bebas yang mengambil elektron dari sel tubuh manusia dapat menyebabkan perubahan struktur DNA sehingga timbullah sel-sel mutan. Bila perubahan DNA ini terjadi bertahun-tahun, maka dapat menjadi penyakit kanker. Tubuh manusia, sesungguhnya dapat menghasilkan antioksidan tetapi jumlahnya sering sekali tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh. Atau sering sekali, zat pemicu yang diperlukan oleh tubuh untuk menghasilkan antioksidan tidak cukup dikonsumsi. Sebagai contoh, tubuh manusia dapat menghasilkan Glutathione, salah satu antioksidan yang sangat kuat, hanya saja, tubuh memerlukan asupan vitamin C sebesar 1.000 mg untuk memicu tubuh menghasilkan glutahione ini. Keseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas menjadi kunci utama pencegahan stres oksidatif dan penyakit-penyakit kronis yang dihasilkannya.

Reactive oxygen species pada disfungsi endotel
 Reactive oxygen species (ROS) terdiri dari molekul oksigen dan semua metabolit selluler aerobiknya, termasuk diantaranya adalah superoxide (O2"), hydroxyl radical (OH�), NO, dan radikal lipid. Walaupun tidak termasuk radikal bebas, komponen seperti hydrogen peroxide (H2O2), peroxynitrite (ONOO�), dan hypochlorous acid (HOCL) mempunyai komponen oksidatifnya dan berperan pada stres oksidatif. Oksidan memegang peranan penting pada homeostasis dan fungsi vaskuler, partisipasi pada pertumbuhan, apoptosis, dan kehidupan dari sel endotel dan otot polos pembuluh darah. Fungsi endotel normal ditandai dengan adanya keseimbangan dinamis antara NO dan oksdian lainnya, termasuk diantaranya O2" dan H2O2. Selain sebagai komponen pembersih (scavenger) dari superoxide anion, NO merupakan antagonis dari sifat vasokonstriktif dari ROS. NO memiliki sejumlah pengaruh anti-aterogenik lainnya, termasuk penghambaran proliferasi dan migrasi dari sel otot polos vaskuler, agregasi platelet, dan respons inflamasi endotel. Semua kemampuan NO tersebut dijalankan melalui inhibisi terhadap NF-�B, molekul adhesi, dan ekspresi sitokin.4
 Secara umum, jejas oksidatif terjadi bilamana komponen protektif antioksidan endogen, seperti superoxide dismutase, glutathione peroxidase, terminator rantai molekul (vitamins A dan C), hemoglobin, dan catalase, tidak mampu mengimbangi stres oksidatif. Pada tingkat selluler, jejas yang diperantarai oleh ROS terjadi melalui oksidasi makromolekul, termasuk peroksidasi lemak dan pemutusan untaian asam amino. Akibat dari kejadian oksidatif tersebut adalah terjadinya vasokonstriksi, inflamasi, vascular remodeling, dan thrombosis. Diantara kejadian yang paling adalah bahwa stres oksidatif, terutama O2", dapat menurunkan bioavailabilitas dari NO. Oleh sebab itu fungsi endotel yang berperan dalam kejadian tersebut, sekaligus bermanfaat sebagai petanda (marker) dari jejas vaskuler, yang menjadi target dalam pendekatan terapeutik. Sehingga sekarang banyak sekali strategi penanganan penyakit vaskuler diarahkan pada perbaikan fungsi endotel, untuk menstabilkan stres oksidatif dan mempertahankan bioavailabilitas NO. 
 Interaksi NO dengan sistem signaling yang paling penting adalah yang melibatkan reaksi dengan grup ferrous heme, dan ROS. Pembentukan RNS (Reactive nitrogen species) melalui oksidasi NO atau melalui reaksi dengan ROS tampaknya dapat memproduksi senyawa yang berdampak tambahan terhadap interaksi dengan komponen pengaturan homeostasis vaskuler. 
NAD(P)H oxidase 
 Telah diketahui bertahun-tahun bahwa vaskuler dan jaringan kardiak merupakan sumber yang kaya akan ROS. Boleh dikatakan hampir semua sel dari dinding vaskuler telah dibuktikan memproduksi dan diregulasi oleh ROS. Sekarang ini, perhatian peneliti telah diarahkan pada NAD(P)H oxidase sebagai salah satu determinant penting dari status redoks pembuluh darah dan miokardium. NAD(P)H oxidase mengkatalisa reduksi dari O2 melalui sumbangan elektron dari NADPH atau NADH, sehingga menghasilkan O2". NAD(P)H oxidase vaskuler merupakan sumber O2" dari sel vaskuler. Data preklinis mengindikasikan bahwa produksi O2" yang tergantung NAD(P)H dapat mengakibatkan disfungsi endotel. Angiotensin II diketahui dapat menstimulasi produksi O2" sel otot polos vaskuler (vascular smooth muscle =VSMC) melalui peningkatan aktifitas NAD(P)H oxidase. Pada studi eksperimental dari hipertensi yang diperantarai oleh angiotensin, produksi O2" vaskuler dan aktifitas NAD(P)H oxidase mengalami peningkatan yang bersamaan. Pada model tersebut, hipertensi dan reaktifitas vaskuler dapat diperbaiki dengan pemberian liposome-encapsulated superoxide dismutase. Penelitian klinis mendukung peran patologis dari NAD(P)H oxidase pada gangguan vaskuler. Vena saphenous dari penderita yang menjalani operasi bypass menunjukkan adanya peningkatan aktifitas NAD(P)H oxidase vaskuler. Perubahan tersebut berkorelasi langsung dengan adanya risiko klinis terhadap kejadian atherosclerosis. Salah satu komponen dari NAD(P)H oxidase, p22phox, telah dibuktikan terekspresikan pada arteri koroner manusia yang mengalami atherosclerosis.
Selain itu terdapat NAD(P)H oxidase lainnya yang dapat berperan pada signaling ROS vaskuler. Cytochrome P-450 telah lama diketahui sebagai sumber dari produksi O2" melalui aktifitas NADPH oxidase-nya. Enzim utama dari cytochrome P-450 yang merupakan sumber ROS pada dinding vaskuler adalah endothelial NOS (eNOS). Berbagai bentuk dari NOS memiliki aktifitas NADPH oxidase. Telah dibuktikan bahwa aktifitas tersebut mengalami peningkatan pada sel endotelium yang mengalami kekurangan cofactor tetrahydrobiopterin (BH4) dan juga sebagai akibat dari pemaparan terhadap kadar LDL atherogenik.
 
Gambar 1. Diagram ini menunjukkan bahwa berbagai faktor diantaranya diabetes, viral infection, hypertensio, dyslipidemia, dan oxLDL dapat menyebabkan disfungsi endotel. Keadaan ini pada gilirannya dapat mengakibatkan pengurangan bioavailabilitas NO, sintesis NO, dan penignkatan ROS. Hal tersebut dapat meningkatkan aktifitas angiotensin converting enzyme yang disusul dengan peningkatan angiotensin II dan ROS, serta penurunan bradikinin. Bilamana stimuli tersebut menetap, maka dapat terjadi peningkatan NF-kB, TGF-B, MCP-1, PAI-1, dan IL-6 sel endotel vaskuler, yang diduga berperan pada penting pada berbagai kejadian kardiovaskuler.
Radikal Bebas
Radikal bebas didefinisikan sebagai atom/molekul/senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Karena secara kimia, molekulnya tidak berpasangan, radikal bebas cenderung untuk bereaksi dengan molekul sel tubuh. Kemudian menimbulkan senyawa tidak normal (radikal bebas baru yang lebih reaktif) dan memulai reaksi berantai yang dapat merusak sel-sel penting. Beberapa komponen tubuh yang rentan terhadap serangan radikal bebas antara lain; kerusakan DNA, membran sel, protein, lipid peroksida, proses penuaan dan autoimun manusia. Dalam bidang medis, diketahui bahwa radikal bebas merupakan biang keladi berbagai keadaan patologis seperti penyakit liver, jantung koroner, kanker, diabetes, katarak, penyakit hati, dan berbagai proses penuaan dini.
Contoh radikal bebas adalah superoksida (O2-), hidroksil (OH-), nitroksida (NO), hidrogen peroksida (H2O2), asam hipoklorit (HOCl), thill (RS-) dan lain-lain. Derajat kekuatan tiap radikal bebas ini berbeda, dan senyawa paling berbahaya adalah radikal hidroksil (OH-) karena memiliki reaktivitas paling tinggi. Radikal bebas di atas terdapat dalam tubuh dengan berbagai cara, tetapi secara umum timbul akibat berbagai proses biokimiawi dalam tubuh, berupa hasil samping dari proses oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung pada waktu bernafas, metabolisme sel, olahraga yang berlebihan, peradangan, atau ketika tubuh terpapar polusi lingkungan seperti asap kendaraan, asap rokok, bahan pencemar dan radiasi matahari.
Antioksidan
Berdasarkan paparan di atas, berarti tubuh kita sangat rentan terhadap serangan radikal bebas terutama dari radikal bebas alami dalam tubuh dan polusi lingkungan. Tetapi mengapa tidak semua dari kita mendapatkan penyakit yang membahayakan tubuh?
Hal ini karena terdapat zat penetral radikal bebas dalam tubuh kita atau yang disebut antioksidan. Antioksidan ini akan menghentikan reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh bergantung pada jenis antioksidannya. Antioksidan primer akan bekerja mencegah pembentukan radikal bebas baru dengan cara mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang kurang mempunyai dampak negatif. Contoh antioksidan primer adalah Superoksida Dismustase (SOD), Glutation Peroksidase (GPx), dan protein pengikat logam. Yang kedua adalah antioksidan skunder yang bekerja dengan cara mengkhelat logam yang bertindak sebagai pro-oksidan, menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Contohnya: Vitamin E, Vitamin C, b karoten. Dan terakhir antioksidan tersier yang bekerja memperbaiki kerusakan biomolekul yang disebabkan radikal bebas. Contohnya enzim-enzim yang memperbaiki DNA dan metionin sulfosida reduktase.
Itulah mengapa tubuh kita sampai sekarang masih sehat walaupun sangat rentan terhadap serangan radikal bebas di tiap detiknya. Dan yang harus terus diperhatikan adalah pasokan antioksidan dalam tubuh harus tersedia dalam jumlah cukup. Untuk itu suplemen antioksidan dari luar sangatlah diperlukan untuk mencegah pengaruh buruk dari radikal bebas.
Tetapi anda tidak usah terlalu khawatir, suplemen antioksidan luar yang dimaksud disini tidak melulu berarti suplemen sintetis atau suplemen hasil produk manusia yang di jual di pasaran seperti butylated hydroxyanisole, suplemen vitamin, mineral, food suplemen ataupun polifenol yang banyak terdapat dalam produk minuman. karena pada dasarnya secara sadar atau tidak sadar, setiap hari anda telah mengkonsumsi antioksidan. Berbagai antioksidan telah terdapat secara alamiah terutama dalam sayuran, buah-buahan, rempah-rempah, dan sedikit dalam produk hewani.
Antioksidan Alami
Berikut adalah beberapa tanaman yang potensial mengandung antioksidan alami dan berada di sekitar kita:
Tanaman Jenis yang Berkhasiat Antioksidan
Sayur-sayuran Brokoli, Kubis, Lobak, Wortel, Tomat, Bayam, Cabe, Buncis, Pare, Leunca, Jagung, Kangkung, Takokak, Mentimun
Buah-buahan Anggur, Alpukat, Jeruk, Kiwi, Semangka, Markisa, Apel, Belimbing, Pepaya, Kelapa
Rempah Jahe, Temulawak, Kunyit, Lengkuas, Temumangga, Temuputih, Kencur, Kapulaga, Bangle, Temugiring, Lada, Cengkeh, Pala, Asam Jawa, Asam Kandis
Tanaman lain Teh, Ubi Jalar, Kedelai, Kentang, Keluwak, Labu Kuning, Pete Cina
Sumber: Hernani dan Mono Rahardjo (2006)
Dari tabel di atas diketahui bahwa banyak sekali tumbuhan yang kita konsumsi tiap harinya mengandung antioksidan. Senyawa antioksidan tersebut tersebar pada berbagai bagian tumbuhan seperti akar, batang, kulit, ranting, daun, bunga, buah, dan biji. Antioksidan alami ini berfungsi sebagai reduktor, penekan oksigen singlet, pemerangkap radikal bebas, dan sebagai pengkhelat logam. Secara kimiawi antioksidan alami yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan ini terutama berasal dari golongan senyawa turunan fenol seperti flavonoid, turunan senyawa asam hidroksiamat, kumarin, tokoferol dan asam organik.
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman di atas diperkirakan mempunyai kekuatan sedang sampai tinggi. Beberapa ekstrak tanaman yang telah diketahui mempunyai aktivitas antioksidan tinggi antara lain dari golongan rempah-rempah seperti ekstrak cengkeh, jahe, kunyit, temulawak, kayu manis, dan pala. Kemudian ekstrak bunga rosmarinus offcinalis, ekstrak cabe, daun teh, daun dewa, buah merah diketahui juga mempunyai aktivitas antioksidan tinggi. Khusus untuk rempah-rempah, aktivitas antioksidan rempah-rempah kering umumnya lebih aktif daripada rempah-rempah segar.
Penutup
Radikal bebas mau atau tidak mau akan terus menyerang anda tanpa pernah beristirahat. Serangan radikal bebas baik dari dalam maupun dari luar tubuh sama bahayanya jika telah bertemu dengan enzim atau asam lemak tak jenuh ganda. Karena serangan itu merupakan awal dari kerusakan sel.
Tetapi anda tidak harus takut sepanjang hidup karena anda telah mempunyai obat yang mujarab untuk mengatasinya yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan kaya akan antioksidan. Dan pasokan antioksidan tersebut saya pikir selalu ada di meja makan anda setiap harinya.
REFERENSI
Dinna Sofia. 2005. Antioksidan adan Radikal Bebas. Majalah ACID FMIPA Universitas Lampung Edisis III/Tahun V/Mei 2005, ISSN: 1410-1858. Lampung
Fesenden dan Fesenden. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Erlangga. Jakarta
Hernani dan Mono Rahardjo. 2006. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Penebar Swadaya. Jakarta
Pikiran Rakyat Online. 2008. Antioksidan, Zat Ajaib Antipenuaan Dini. Terdapat dalam Situs Web (www.JawaBali.com)
Salma Salim. 1999. Kimia Organik Jilid 2. Erlangga. Jakarta
Fesenden dan Fesenden. 1982. Radikal Bebas dan Antioksidan Alami Tumbuh-Tumbuhan. Jurnal Kesehatan No. 28/Januari/Tahun XI/1999.

29. Metil prednisolon khasiat dosis indikasi&KI?
Methylprednisolone
 Injeksi IM/IV

Komposisi
Methylprednisolone 125 mg
Tiap vial mengandung:
Metilprednisolon natrium suksinat setara dengan
Metilprednisolon 125 mg
Methylprednisolone 500 mg

Tiap vial mengandung:
Metilprednisolon natrium suksinat setara dengan
Metilprednisolon 500 mg


Farmakologi:
Metilprednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate yang termasuk kategori adrenokortikoid, antiinflamasi dan imunosupresan.

Adrenokortikoid:
Sebagai adrenokortikoid, metilprednisolon berdifusi melewati membran dan membentuk komplek dengan reseptor sitoplasmik spesifik. Komplek tersebut kemudian memasuki inti sel, berikatan dengan DNA, dan menstimulasi rekaman messenger RNA (mRNA) dan selanjutnya sintesis protein dari berbagai enzim akan bertanggung jawab pada efek sistemik adrenokortikoid. Bagaimanapun, obat ini dapat menekan perekaman mRNA di beberapa sel (contohnya: limfosit).

Efek Glukokortikoid:
Anti-inflamasi (steroidal)
Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi, karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa dipengaruhi penyebabnya.

Glukokortikoid menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga menghambat fagositosis, pelepasan enzim lisosomal, sintesis dan atau pelepasan beberapa mediator kimia inflamasi. Meskipun mekanisme yang pasti belum diketahui secara lengkap, kemungkinan efeknya melalui blokade faktor penghambat makrofag (MIF), menghambat lokalisasi makrofag: reduksi atau dilatasi permeabilitas kapiler yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada endotelium kapiler, menghambat pembentukan edema dan migrasi leukosit; dan meningkatkan sintesis lipomodulin (macrocortin), suatu inhibitor fosfolipase A2-mediasi pelepasan asam arakhidonat dari membran fosfolipid, dan hambatan selanjutnya terhadap sintesis asam arakhidonat-mediator inflamasi derivat (prostaglandin, tromboksan dan leukotrien). Kerja immunosupresan juga dapat mempengaruhi efek antiinflamasi.

Immunosupresan
Mekanisme kerja immunosupresan belum dimengerti secara lengkap tetapi kemungkinan dengan pencegahan atau penekanan sel mediasi (hipersensitivitas tertunda) reaksi imun seperti halnya tindakan yang lebih spesifik yang mempengaruhi respon imun, Glukokortikoid mengurangi konsentrasi limfosit timus (T-limfosit), monosit, dan eosinofil. Metilprednisolon juga menurunkan ikatan immunoglobulin ke reseptor permukaan sel dan menghambat sintesis dan atau pelepasan interleukin, sehingga T-limfosit blastogenesis menurun dan mengurangi perluasan respon immun primer. Glukokortikoid juga dapat menurunkan lintasan kompleks immun melalui dasar membran, konsentrasi komponen pelengkap dan immunoglobulin.

Indikasi:

Abnormalitas fungsi adrenokortikal, untuk pengobatan:

Insufisiensi adrenokortikal akut dan kronik primer:
Hidrokortison dan kortison lebih dipilih sebagai terapi pengganti karena aktivitas mineralokortikoidnya yang berarti. Penggantian sodium dan cairan juga dibutuhkan. Pada beberapa pasien penggantian mineralokortikoid tambahan juga mungkin diperlukan.

Insufisiensi adrenokortikoid sekunder:
Penggantian dengan glukokortikoid umumnya mencukupi, mineralokortikoid tidak selalu dibutuhkan.

Gangguan alergi:
1. Reaksi alergi karena obat.
2. Reaksi anafilaktik atau anaphytold (pengobatan tambahan)
3. Penggunaan glukokortikoid umumnya untuk reaksi lambat (yang tidak berhasil dengan tindakan lain dalam 1 jam), atau situasi dimana dapat timbul resiko kekambuhan.
4. Angioderma (pengobatan tambahan)
5. Laringeal edema akut non infeksi.
6. Rinitis alergi parennial (tahunan) atau seasonal (musiman).
7. Pengobatan sakit karena serum.
8. Reaksi transfusi urtikaria.

Gangguan kolagen:
Diindikasikan selama eksaserbasi akut atau terapi perawatan pada kasus-kasus berikut:
Carditis rheumatik (atau non rheumatik) akut.
Dermatomiositis sistemik (polimiositis):
1. Glukokortikoid mungkin merupakan obat pilihan pada anak dengan kondisi demikian.
2. Lupus eritematosus sistemik.
3. Arteritis giant-cell (temporal).
4. Penyakit jaringan ikat campuran.
5. Poliarteritis nodosa.
6. Polikondritis kambuhan.
7. Polimialgia rheumatik.
8. Vaskulitis.

Gangguan pada kulit:
1. Dermatitis yang bersifat atopik, kontak, eksfoliatif.
2. Dermatitis herpetiformis bullous.
3. Dermatitis seboreik berat.
4. Dermatitis inflamatori berat.
5. Eritema multiforma berat (sindrom Stevens-Johnson)
6. Mikosis fungoides.
7. Phemphigus.
8. Psoriasis berat.
9. Pemphigoid.
10. Sarkoid kutan lokalisasi.

Gangguan saluran pencernaan:
Diindikasikan untuk pengobatan inflamasi pada usus besar seperti di bawah ini:
1. Inflamasi pada usus besar, termasuk colitis ulceratif.
2. Enteritis regional (penyakit Crohn)
3. Penyakit celiac berat.
4. Pemberian secara oral atau parenteral diindikasikan bila terapi sistemik dibutuhkan selama periode kritis penyakit, pemberian dalam jangka waktu lama tidak direkomendasikan.

Gangguan darah:
1. Anemia hemolitik yang diperoleh (oto imun)
2. Anemia hipoplastik bawaan (eritroid)
3. Anemia sel darah merah (eritoblastopenia)
4. Trombositopenia sekunder (pada orang dewasa)
5. Trombositopenia purpura idiopatik pada orang dewasa (secara oral atau i.v. Saja, kontraindikasi untuk injeksi i.m.)
6. Hemolisis.

Penyakit hati:
1. Hepatitis alkoholik dengan enselofati.
2. Hepatitis kronis aktif.
3. Hepatitis non alkoholik pada wanita.
4. Nekrosis hepatik sub akut.
5. Hiperkalsemia yang berhubungan dengan neoplasma (atau sarkoidosis).
6. Inflamasi non rheumatik:

Diindikasikan selama episode akut atau eksaserbasi dari gangguan-gangguan di bawah ini. Injeksi lokal lebih baik dilakukan bila hanya beberapa sendi atau daerah yang terkena.
1. Bursitis akut atau sub akut.
2. Epikondilitis.
3. Tenosinovitis nonspesifik akut.
4. Penyakit neoplastik (pengobatan tambahan):

Diindikasikan bersama dengan terapi penyakit antineoplastik spesifik yang sesuai, untuk meringankan penyakit neoplastik berikut ini beserta problem yang berhubungan:
1. Leukemia akut atau limfositik kronik.
2. Limfoma Hodgkin atau non-Hodgkin.
3. Kanker payudara.
4. Kanker prostat.
5. Demam yang disebabkan kanker ganas.
6. Mieloma ganda.

Sindroma nefrotik:
Diindikasikan untuk menginduksi diuresis atau mengurangi gejala proteinuria pada sindrom idiopatik nefrotik, terapi jangka panjang mungkin diperlukan untuk mencegah kekambuhan.

Penyakit neurologik:
Meningitis tuberkulosa (pengobatan tambahan), diindikasikan untuk pemberian bersama dengan kemoterapi anti tuberkulosa pada pasien dengan blok subarakhnoid.

Sklerosis ganda, diindikasikan untuk pengobatan penyakit eksaserbasi akut.

Neurotrauma: luka pada tulang belakang.

Gangguan pada mata:
1. Diindikasikan untuk pengobatan alergi kronis atau akut dan kondisi inflamasi oftalmik, seperti:
2. Klorioretinitis.
3. Koroiditis posterior difusi.
4. Konjungtivitis alergi (yang tidak dapat diatasi secara topikal).
5. Herpes zoster.
6. Iridosiklitis.
7. Keratis yang tidak berhubungan dengan herpes simpleks atau infeksi fungal.
8. Neuritis optik.
9. Oftalmia simpatika.
10. Uveitis posterior difusi.

Perikarditis: digunakan untuk menghilangkan inflamasi dan demam.

Polip nasal.

Gangguan pernafasan:

Untuk pengobatan dan profilaksis.

Profilaksis:

Diberikan sebelum atau selama pembedahan jantung jika pasien mempunyai gangguan pre-exiting pulmonary dan diberikan sebelum, selama dan setelah pembedahan oral, facial, atau leher untuk mencegah edema yang dapat menghambat jalan nafas.

Pengobatan:

Asma bronkial

Berillosis

Sindrom Loeffler (pneumonitis eosinofil atau sindrom hipereosinofil).

Pneumonia aspirasi.

Sarkoidosis simptomatik.

Tuberkulose paru-paru yang tersebar atau fulminant (pengobatan tambahan): diberikan bersamaan dengan kemoterapi anti tuberkulosa yang sesuai.

Bronkitis asmatik akut dan kronik.

Edema pulmonari nonkardiogenik (disebabkan sensitivitas protamin): pengobatan sebaiknya diberikan dalam injeksi i.v. atau i.m.

Hemangioma, obstruksi saluran nafas pada anak: pengobatan sebaiknya diberikan dalam injeksi i.v. atau i.m.

Pneumonia, pneumosistitis carinii, yang berhubungan dengan sindrom immunodefisiensi yang diperoleh (pengobatan tambahan).

Pada penderita AIDS atau yang mengidap infeksi HIV yang terkena pneumonia pneumocystis.

Penyakit paru-paru, obstruksi kronis (yang tidak dapat dikontrol dengan teofilin dan β-adrenergik agonis).

Status asmatikus: pemberian harus secara i.v. atau i.m.

Gangguan rheumatik:

Injeksi lokal dilakukan bila hanya beberapa sendi atau area yang terlibat. Diindikasikan sebagai terapi tambahan selama episode akut atau eksaserbasi gangguan rheumatik seperti:

Ankilosing spondilitis.

Arthritis psoriatik.

Arthritis reumatoid (termasuk arthritis pada anak-anak);

Untuk pasien yang tidak dapat lagi diobati dengan aspirin, antiinflamasi non steroidal, istirahat, dan terapi fisik.

Gout arthritis akut.

Osteoarthritis post traumatik.

Sinovitis osteoarthritis.

Penyakit deposisi kalsium pirofosfat akut (pseudogout; kondrokalsinosis artikularis; sinovitis, yang disebabkan oleh kristal).

Polimialgia rheumatik.

Penyakit reiter.

Pengobatan shock: akibat insufisiensi adrenokortikal.

Pengobatan tiroiditis non supuratif.

Pencegahan dan pengobatan penolakan pencangkokan organ:

diberikan bersamaan dengan immunosupresan lainnya seperti azathioprine atau siklosporin.

Pengobatan trikinosis.



Kontraindikasi:

Infeksi jamur sistemik dan hipersensitivitas terhadap bahan obat.

Bayi prematur.

Pemberian jangka lama pada penderita ulkus duodenum dan peptikum, osteoporosis berat, penderita dengan riwayat penyakit jiwa, herpes.

Pasien yang sedang diimunisasi.



Dosis:

Dewasa

Secara intramuskular atau intravena, 10-40 mg (base), diulangi sesuai keperluan.

Untuk dosis tinggi (pulse terapi): intravena, 30 mg (base) per kg berat badan diberikan sekurang-kurangnya 30 menit. Dosis dapat diulangi setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan.

Untuk eksaserbasi akut pada sklerosis ganda: intramuskular atau intravena, 160 mg (base) perhari selama satu minggu, diikuti dengan 64 mg setiap hari selama satu bulan.

Untuk pengobatan luka tulang punggung akut: intravena, 30 mg (base) per kg berat badan diberikan selama 15 menit, diikuti dengan 45 menit infus, 5,4 mg per kg berat badan per jam, selama 23 jam.

Untuk pengobatan tambahan pada AIDS yang berhubungan dengan pneumosistis carinii: intravena, 30 mg (base) dua kali sehari pada hari pertama sampai kelima, 30 mg sekali sehari pada hari keenam sampai kesepuluh, 15 mg sekali sehari pada hari ke sebelas sampai dua puluh satu.

Bayi dan anak:

Insufisiensi adrenokortikal: intramuskular, 117 mikrogram (0,117 mg) (base) per kg berat badan atau 3,33 mg (base) permeter persegi permukaan tubuh sehari (dalam dosis terbagi tiga) setiap hari ke tiga; atau 39 sampai 58,5 mikrogram (0,039 sampai 0,0585 mg) (base) per kg berat badan atau 1,11 sampai 1,66 mg (base) permeter persegi permukaan tubuh sekali sehari.

Untuk pengobatan luka tulang punggung akut: intravena, 30 mg (base) per kg berat badan diberikan selama 15 menit, diikuti selama 45 menit dengan infus 5,4 mg per kg berat badan per jam, selama 23 jam.

Indikasi lain: intramuskular, 139-835 mikrogram (0,139-0,835 mg) (base) per kg berat badan atau 4,16-25 mg (base) permeter persegi permukaan tubuh setiap 12 sampai 24 jam.

Untuk pengobatan tambahan pada AIDS yang berhubungan dengan pneumosistis carinii: Anak-anak berusia 13 tahun atau kurang: dosis belum ditentukan secara pasti. Anak-anak berusia lebih dari 13 tahun: sama dengan dosis dewasa.



Cara pemberian:

Untuk intramuskular atau intravena:

Rekonstitusi serbuk dengan larutan injeksi yang telah disediakan (mengandung benzyl alkohol 0,9%), kocok hingga larut. Pemberian dengan intravena langsung dapat diberikan selama sekurang-kurangnya 1 menit, atau dapat diberikan secara infus intravena dalam 5% dekstrosa, NACl 0,9% atau dektrosa 0,5% dalam NaCl 0,9% selama sekurang-kurangnya 30 menit. Larutan stabil secara fisika dan kimia selama 48 jam.



Efek samping:

Insufisiensi adrenokortikal:

Dosis tinggi untuk periode lama dapat terjadi penurunan sekresi endogeneous kortikosteroid dengan menekan pelepasan kortikotropin pituitary insufisiensi adrenokortikal sekunder.

Efek muskuloskeletal:

Nyeri atau lemah otot, penyembuhan luka yang tertunda, dan atropi matriks protein tulang yang menyebabkan osteoporosis, retak tulang belakang karena tekanan, nekrosis aseptik pangkal humerat atau femorat, atau retak patologi tulang panjang.

Gangguan cairan dan elektrolit:

Retensi sodium yang menimbulkan edema, kekurangan kalium, hipokalemik alkalosis, hipertensi, serangan jantung kongestif.

Efek pada mata:

Katarak subkapsular posterior, peningkatan tekanan intra okular, glaukoma, eksoftalmus.

Efek endokrin:

Menstruasi yang tidak teratur, timbulnya keadaan cushingoid, hambatan pertumbuhan pada anak, toleransi glukosa menurun, hiperglikemia, bahaya diabetes mellitus.

Efek pada saluran cerna:

Mual, muntah, anoreksia yang berakibat turunnya berat badan, peningkatan selera makan yang berakibat naiknya berat badan, diare atau konstipasi, distensi abdominal, pankreatitis, iritasi lambung, ulceratif esofagitis.

Juga menimbulkan reaktivasi, perforasi, perdarahan dan penyembuhan peptik ulcer yang tertunda.

Efek sistem syaraf:

Sakit kepala, vertigo, insomnia, peningkatan aktivitas motor, iskemik neuropati, abnormalitas EEG, konvulsi.

Efek dermatologi:

Atropi kulit, jerawat, peningkatan keringat, hirsutisme, eritema fasial, striae, alergi dermatitis, urtikaria, angiodema.

Efek samping lain:

Penghentian pemakaian glukokortikoid secara tiba-tiba akan menimbulkan efek mual, muntah, kehilangan nafsu makan, letargi, sakit kepala, demam, nyeri sendi, deskuamasi, mialgia, kehilangan berat badan, dan atau hipotensi.



Peringatan dan perhatian:

Wanita hamil dan ibu menyusui.

Dapat menyebabkan kerusakan fetus bila diberikan pada wanita hamil. Kortikosteroid dapat berdifusi ke air susu dan dapat menekan pertumbuhan atau efek samping lainnya pada bayi yang disusui.

Anak-anak

Pemberian dosis farmakologi glukokortikoid pada anak-anak bila mungkin sebaiknya dihindari, karena obat dapat menghambat pertumbuhan tulang. Jika terapi diperlukan harus diamati pertumbuhan bayi dan anak secara seksama. Alternate-day therapy, yaitu pemberian dosis tunggal setiap pagi hari, meminimalkan hambatan pertumbuhan dan sebaiknya diganti bila terjadi hambatan pertumbuhan. Dosis tinggi glukokortikoid pada anak dapat menyebabkan pankreatitis akut yang kemudian menyebabkan kerusakan pankreas.

Pasien lanjut usia.

Dapat terjadi hipertensi selama terapi adrenokortikoid. Pasien lanjut usia, terutama wanita postmenopausal, akan lebih mudah terkena osteoporosis yang diinduksi glukokortikoid.

Sementara pasien menerima terapi kortikosteroid, dianjurkan tidak divaksinasi terhadap Smalpox juga imunisasi lain terutama yang mendapat dosis tinggi, untuk mencegah kemungkinan bahaya komplikasi neurologi.

Jika kortikosteroid digunakan pada pasien dengan TBC laten atau tuberculin reactivity perlu dilakukan pengawasan yang teliti sebagai pengaktifan kembali penyakit yang dapat terjadi.

Tidak dianjurkan pada pasien dengan ocular herpes simplex karena kemungkinan terjadi perforasi korneal.

Pemakaian obat ini dapat menekan gejala-gejala klinik dari suatu penyakit infeksi.

Pemakaian jangka panjang dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi.



Interaksi obat:

Enzim penginduksi mikrosom hepatik.

Obat seperti barbiturat, fenitoin dan rifampin yang menginduksi enzim hepatik dapat meningkatkan metabolisme glukokortikoid, sehingga mungkin diperlukan dosis tambahan atau obat tersebut tidak diberikan bersamaan.

Anti inflamasi nonsteroidal.

Pemberian bersamaan dengan obat ulcerogenik seperti indometasin dapat meningkatkan resiko ulcerasi saluran pencernaan. Aspirin harus diberikan secara hati-hati pada pasien hipotrombinernia. Meskipun pemberian bersamaan dengan salisilat tidak tampak meningkatkan terjadinya ulcerasi saluran pencernaan, kemungkinan efek ini harus dipertimbangkan.

Obat yang mengurangi kalium.

Diuretik yang mengurangi kadar kalium (contoh: thiazida, furosemida, asam etakrinat) dan obat lainnya yang mengurangi kalium oleh glukokortikoid. Serum kalium harus dimonitor secara seksama bila pasien diberikan obat bersamaan dengan obat yang mengurangi kalium.

Bahan antikolinesterase.

Interaksi antara glukokortikoid dan antikolinesterase seperti ambenonium, neostigmin, atau pyridostigmin dapat menimbulkan kelemahan pada pasien dengan myasthenia gravis. Jika mungkin, pengobatan antikolinesterase harus dihentikan 24 jam sebelum pemberian awal terapi glukokortikoid.

Vaksin dan toksoid.

Karena kortikosteroid menghambat respon antibodi, obat dapat menyebabkan pengurangan respon toksoid dan vaksin inaktivasi atau hidup.



Cara penyimpanan:

Simpan ditempat kering dan sejuk, terlindung dari cahaya.

Sebelum dan sesudah rekonstitusi, simpan pada suhu antara 15-30ºC.

Gunakan larutan sebelum 48 jam setelah direkonstitusi.



Kemasan dan Nomor Registrasi:

METHYLPREDNISOLONE 125
Kotak, 1 vial @ 125 mg metilprednisolon kering dan 1 ampul @ 2 ml pelarut, GKL0405037244A1

METHYLPREDNISOLONE 500
Kotak, 1 vial @ 500 mg metilprednisolon kering dan 1 ampul @ 8 ml pelarut, GKL0405037244B1

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

SIMPAN PADA SUHU KAMAR (25-30)ºC,
TERLINDUNG DARI CAHAYA


METHYLPREDNISOLONE
TABLET
Komposisi:
METHYLPREDNISOLONE 4 mg
Tiap tablet mengandung
Metilprednisolon 4 mg

METHYLPREDNISOLONE 8 mg
Tiap tablet mengandung
Metilprednisolon 8 mg

METHYLPREDNISOLONE 16 mg
Tiap tablet mengandung
Metilprednisolon 16 mg

Farmakologi:
Metilprednisolon adalah glukokortioid turunan prednisolon yang mempunyai efek kerja dan penggunaan yang sama seperti senyawa induknya. Metilprednisolon tidak mempunyai aktivitas retensi natrium seperti glukokortikoid yang lain.

Indikasi:
Abnormalitas fungsi adrenokortikal, penyakit kolagen, keadaan alergi dan peradangan pada kulit dan saluran pernafasan tertentu, penyakit hematologik, hiperkalsemia sehubungan dengan kanker.



Kontraindikasi:
1. Infeksi jamur sistemik dan pasien yang hipersensitif.
2. Pemberian kortikosterooid yang lama merupakan kontraindikasi pada ulkus duodenum dan peptikum, osteoporosis berat, penderita dengan riwayat penyakit jiwa, herpes.
3. Pasien yang sedang diimunisasi.

Dosis:
Dewasa:
Dosis awal dari metilprednisolon dapat bermacam-macam dari 4 mg – 48 mg per hari, dosis tunggal atau terbagi, tergantung keadaan penyakit.
Dalam multiple sklerosis:
Oral 160 mg sehari selama 1 minggu, kemudian 64 mg setiap 2 hari sekali dalam 1 bulan.

Anak-anak:
Insufisiensi – adrenokortikal:
Oral 0,117 mg/kg bobot tubuh atau 3,33 mg per m2 luas permukaan tubuh sehari dalam dosis terbagi tiga.

Indikasi lain:
Oral 0,417 mg – 1,67 mg per kg berat tubuh atau 12,5 mg – 50 mg per m2 luas permukaan tubuh sehari dalam dosis terbagi 3 atau 4.

Efek samping:
Efek samping biasanya terlihat pada pemberian jangka panjang atau pemberian dalam dosis besar, misalnya gangguan elektrolit dan cairan tubuh, kelemahan otot, resistensi terhadap infeksi menurun, gangguan penyembuhan luka, meningkatnya tekanan darah, katarak, gaangguan pertumbuhan pada anak-anak, insufisiensi adrenal, cushing syndrome, osteoporosis, tukak lambung.

Peringatan dan perhatian:
Tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan menyusui, kecuali memang benar-benar dibutuhkan, dan bayi yang lahir dari ibu yang ketika hamil menerima terapi kortikosteroid ini harus diperiksa. Kemungkinan adanya gejala hipoadrenalism.

Pasien yang menerima terapi kortikosteroid ini dianjurkan tidak divaksinasi terhadap smallpox, juga imunisasi lain terutama yang mendapat dosis tinggi, untuk mencegah kemungkinan bahaya komplikasi neurologi.

Tidak dianjurkan untuk bayi dan anak-anak, karena penggunaaan jangka panjang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak.

Jika kortikosteroid digunakan pada pasien dengan TBC latent atau Tuber Culin Reactivity perlu dilakukan pengawasan yang teliti sebagai pengaktifan kembali penyakit yang dapat terjadi.

Ada peningkatan efek kortikosteroid pada pasien dengan hipotiroidi dari cirrhosis.

Tidak dianjurkan penggunaan pada penderita ocular herpes simplex, karena kemungkinan terjadi perforasi corneal.

Pemakaian obat ini dapat menekan gejala-gejala klinis dari suatu penyakit infeksi.

Pemakaian jangka panjang dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi.

Interaksi obat:
Berikan dengan makanan untuk meminumkan iritasi gastrointestinal.

Penggunaan bersama-sama dengan antiinflamasi non-steroid atau antirematik lain dapat mengakibatkan risiko gastrointestinal, perdarahan gastrointestinal.

Penggunaan bersama-sama dengan anti-diabetes harus dilakukan penyesuaian dosis.

Pasien yang menerima vaksinasi terhadap smallpox, juga imunisasi lain terutama yang mendapat dosis.

Kemasan dan Nomor Registrasi:
METHYLPREDNISOLONE 4 mg : Kotak, 10 blister @ 10 tablet: No. Reg. GKL0305035210A1

METHYLPREDNISOLONE 8 mg : Kotak, 10 blister @ 10 tablet: No. Reg. GKL0305035210B1

METHYLPREDNISOLONE 16 mg : Kotak, 10 blister @ 10 tablet: No. Reg. GKL0305035210C1

HARUS DENGAN RESEP DOKTER
SIMPAN PADA SUHU KAMAR (25-30)ºC, TERLINDUNG DARI CAHAYA


30.manitol?
GENERIK
Mannitol.
INDIKASI
Memperlancar diuresis dan ekskresi maerial toksik dalam urin.
Mengurangi tekanan intra kranial, massa pada otak, dan tekanan intra okular yang tinggi.
KONTRA INDIKASI
Kongesti atau edema paru.
Perdarahan intrakranial kecuali selama prosedur kraniotomi.
Gagal jantung kongestif, gagal ginjal.
Edema metabolik dengan fragilitas kapler abnormal.
PERHATIAN
Jangan ditambahkan ke dalam darah transfusi.
Monitor kondisi cairan tubuh dan elektrolit.
EFEK SAMPING
Gangguan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit.
Gangguan pencernaan, rasa haus, sakit kepala.
Pusing, menggigil, demam, takikardi, nyeri dada, hiponatremia.
Dehidrasi, penglihatan kabur, urtikaria, hipotensi atau hipertensi.
KEMASAN
Injeksi 20% x 250 mL x 1
DOSIS
Dewasa : 250 mL-1 Liter dalam 24 jam.

Bagaimana cara pemberian manitol supaya tidak terjadi trombophebitis ? 
1. Pendahuluan
Kajian cara pemberian manitol untuk mencegah terjadinya trombophenitis.

2. Materi Kajian :
a.Trombophlebitis adalah inflamasi pada pembuluh vena. 
b.Manitol :

-Indikasi : Menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi karena edema serebral, meningkatkan diuresis pada pencegahan dan/atau pengobatan oliguria yang disebabkan gagal ginjal, menurunkan tekanan intraokular, meningkatkan ekskresi urine senyawa toksik.

-Mekanisme aksi : Meningkatkan tekanan osmosis dari filtrat glomerular yang menginhibisi reabsorpsi tubular air elektrolit dan meningkatkan output uriner.

-Sifat fisikokimia : Serbuk kristal berwarna putih atau hampir putih, polimorfisa, larut baik dalam air dan sangat sedikit larut dalam alkohol. 

-Stabilitas penyimpanan : Simpan pada suhu kamar 15°-30°C, hindari penyimpanan beku, kristalisasi dapat terjadi pada suhu rendah, jangan menggunakan larutan yang sudah mengandung kristal, pemanasan dengan menggunakan penangas air dan pengocokan keras dapat dilakukan untuk melarutkan kembali, dinginkan larutan pada suhu kamar sebelum digunakan.

-Bentuk sediaan : injeksi 5%, 10%, 15%, 20%, 25%.

-Peringatan : Jangan diberikan pada pasien sampai diketahui fungsi ginjal dan kecepatan aliran urin ; lakukan 2-3 uji dosis untuk mengetahui fungsi ginjal. Dapat menyebabkan disfungsi ginjal terutama pada penggunaan dosis tinggi, hati-hati pada pasien yang menggunakan obat nefrotoksik lain, dengan sepsis atau penyakit ginjal. Untuk mengurangi efek samping, sesuaikan dosis untuk mempertahankan osmolalitas serum lebih rendah dari 320 mOsm/L. Pada pasien tertentu, dapat terjadi kerusakan vena jika menggunakan manitol dengan konsentrasi tinggi (osmolalitas serum lebih dari 600 mOsm/L), sehingga perlu dilakukan penyesuaian dosis. Hentikan penggunaan jika terjadi nekrosis tubular akut. Pada pasien edema serebral, manitol dapat terakumulasi pada otak (menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial kembali) jika digunakan pada waktu yang lama dengan infus kontinyu, pemberian bolus berkala lebih direkomendasikan. status kardiovaskular harus dimonitor, jangan memberikan larutan manitol bebas elektrolit dengan darah. Jika terjadi hipotensi, monitor perfusi serebral untuk memastikan kesesuaiannya.

-Manitol pada konsentrasi 15% atau lebih kemungkinan bisa terjadi kristalisasi ketika penyimpanan pada suhu yang rendah. Larutan mannitol yang mengandung kristal sebaiknya tidak digunakan. Trombophlebitis kemungkinan terjadi karena terbentuknya kristal pada larutan mannitol. Kristalisasi pada mannitol dapat ditangani dengan cara pemanasan dengan air panas pada suhu 70oC, dan dengan pengocokan yang kuat. Pemanasan larutan dengan menggunakan. Larutan dibiarkan dingin (sesuai dengan suhu tubuh) sebelum digunakan. Untuk sediaan dalam bentuk vial fliptop panaskan botol dalam air panas pada suhu 80oC dan digojok secara periodik. Untuk manitol 25% USP dapat di autoklav pada suhu 121oC selama 20 menit pada tekanan 15 psi. Pemanasan tidak boleh pada suhu yang terlalu tinggi.

-Penyimpanan sediaan harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya kristalisasi, kondisi penyimpanan untuk sediaan manitol yaitu pada suhu 15° sampai 30°C (59° to 86°F) dan hindari dari pendinginan.

-Penggunaan manitol dengan konsentrasi lebih dari 20% sebaiknya menggunakan filter inline dengan ukuran 5 mikron.

3. Kesimpulan
Kejadian thrombophlebitis pada pemberian manitol kemungkinan karena penggunaan manitol dengan konsentrasi tinggi sehingga perlu dilakukan penyesuaian dosis dahulu sebelum digunakan. Selain itu, juga disebabkan karena kristalisasi larutan manitol sehingga harus ada perlakuan sebelum pemberian untuk melarutkan kembali kristal-kristal yang terbentuk.

4. Saran
Perlu dilakukan penyesuaian dosis serta kondisi dan suhu penyimpanan dari sediaan larutan manitol harus diperhatikan dan terkontrol.

Referensi :
1. Anderson, P.O., James E. Knoben., William G. Troutman., 2002, Handbook of Clinical Drug Data, 10¬¬¬th edition, McGraw-Hill Companies, North Amerika.
2.Anonim, 2007, Pelayanan Informasi Obat, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinis, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

3.Lacy, F.C., Lora L. Amstrong,., Morton P.Goldman., Leonardo L., 2006, Drug Information Handbook, 14th edition, Lexi-Comp, The America Pharmacist Association.
4.www.rxlist.com


TERAPI DIURETIK OSMOTIK (Manitol)
Pada Gangguan Sistim Persarafan
A. Pendahuluan
Obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine disebut Diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotic. Perubahan Osmotik dimana dalam tubulus menjadi menjadi meningkat karena Natrium lebih banyak dalam urine, dan mengikat air lebih banyak didalam tubulus ginjal. Dan produksi urine menjadi lebih banyak. Dengan demikian diuretic meningkatkan volume urine dan sering mengubah PH-nya serta komposisi ion didalam urine dan darah.
Ada beberapa jenis Diuretik, yang sudah dikenal dan sering digunakan dalam pengobatan klien dengan masalah gangguan cairan dan elektrolit. Jenis-jenis tersebut adalah Penghambat Karbonik Anhidrase, Diuretik Kuat (loop Diuretik), Diuretik Tiazid, Diuretik Hemat Kalium, Antagonis ADH dan Diuretik Osmotik ( Mary J Mycek, 2001), (Harian E. Ives & David G Warnock dalam Bertram G. Katzung 2004)
B. Diuretik Osmotik
Istilah diuretic Osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diskskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretic osmotic apabila memenuhi 4 syarat: (1) difiltrasi secara bebas oleh glomerulus. (2) tidak atau hanya sedikit direbasorbsi sel tubulus ginjal. (3) secara farmakologis merupakan zat yang inert, dan (4) umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolic (Sunaryo dalam Sulistia (editor), 2005). Dengan sifat-sifat ini, maka diueretik osmotic dapat diberikan dalam jumlah cukup besar sehingga turut menentukan derajat osmolalitas plasma, filtrate glomerulus dan cairan tubuli.

Diuretik Osmotik (manitol) adalah Diuretik yang digunakan dan mempuyai efek meningkatkan produksi urin, dengan cara meningkatkan tekanan osmotic di Filtrasi Glomerulus dan tubulus. Mencegah tubulus mereabsorbsi air. Tubulus proksimal dan ansa henle desenden sangat permeable terhadap reabsobsi air. Diuretik osmotik yang tidak ditransportasi menyebabkan air dipertahankan disegmen ini, yang dapat menimbulkan diuresis air. Contoh lain dari Golongan obat anti DIuretik osmotic adalah: uera, gliserin, isosorbit.
Pada gangguan Neurologis, Diuretic Osmotik (Manitol) merupakan jenis Diuretik yang paling banyak digunakan. Manitol adalah suatu Hiperosmotik Agent yang digunakan dengan segera meningkat Volume plasma untuk meningkatkan aliran darah otak dan menghantarkan oksigen (Norma D McNair dalam Black, Joyce M, 2005). Ini merupakan salah satu alasan Manitol sampai saat ini masih digunakan untuk mengobati klien menurunkan peningkatan tenanan intra cranial. Manitol selalu dipakai untuk terapi Oedema Otak, khususnya pada kasus dengan Hernisiasi (Mariannne Chulay, 2006). Manitol masih merupakan obat Magic untuk menurunkan tekanan intra cranial, tetapi jika hanya digunakan sebagai mana mestinya (A.Vincent Tahmburaj,Dr, 2005). Bila tidak semestinya akan menimbulkan Toksisitas dari pemberian Manitol, dan hal ini harus dicegah dan dimonitor (Baca Toksisitas dibawah). Selain itu Manitol merupakan obat pilihan untuk mengurangi tekanan intraokuler. Manitol sering juga digunakan pada kegagalan ginjal akut Oligurie, karena syok, keracunan obat dan trauma.
C. Farmakokinetik
Manitol tidak dimetabolisme terutama oleh Glomerulus Filtrasi, sedikit atau tampa mengalami reabsobsi dan sekresi di tubulus atau bahkan praktis dianggap tidak direabsrbsi. (Sunaryo dalam Sulistia (editor), 2005). Manitol meningkatkan tekanan Osmotik pada Glomerulus Filtrasi dan mencegah tubulus mereabsorbsi air dan sodium. Sehingga Manitol paling sering digunakan diantara obat ini. Sesuai dengan definisi, diuretic osmotic absobsinya jelek bila diberikan peroral, yang berarti bahwa obat ini harus diberikan secara parenteral. Manitol diekresikan melalui Filtrasi Glomerulus dalam waktu 30 – 60 menit setelah pemberian. Efek yang segera dirasakan klien adalah peningkatan jumlah urine. Bila diberikan peroral manitol menyebabkan diare Osmotik. Karena Efek ini maka Manitol dapat juga digunakan untuk meningkatkan efek pengikatan K+ dan resin atau menghilangkan bahan-bahan toksin dari saluran cerna yang berhubungan dengan zat arang aktif.

D. Farmakodinamik.
Diuretik Osmotik (Manitol) mempunyai tempat utama yaitu: pada Tubulus Proksimal, Ansa Henle dan Duktus kolingens (Sunaryo,2005). Diuresis osmotic digunakan untuk mengatasi kelebihan cairan di jaringan (intra sel) otak . diuretic osmotic yang tetap berada dalam kompartemen intravaskuler efektif dalam mengurangi pembengkakan otak (Ellen Barker. 2002). 
Manitol adalah larutan Hiperosmolar yang digunakan untuk terapi meningkatkan osmolalitas serum .(Ellen Barker. 2002). Dengan alasan fisiologis ini, Cara kerja Diuretic Osmotik (Manitol) ialah meningkatkan Osmolalitas Plasma dan menarik cairan normal dari dalam sel otak yang osmolarnya rendah ke intravaskuler yang olmolar tinggi, untuk menurunkan oedema Otak. Pada sistim Ginjal bekerja membatasi reabsobsi air terutama pada segmen dimana nefron sangat permeable terhadap air, yaitu tubulus proksimal dan ansa henle desenden. Adanya bahan yang tidak dapat direbasobsi air normal dengan masukkan tekanan osmotic yang melawan keseimbangan. Akibatnya, volume urine meningkat bersamaan dengan ekskresi manitiol. Peningkatan dalam laju aliran urin menurunkan waktu kontak antara cairan dan epitel tubulus sehingga menurunkan reabsobsi Na+. namun demikian, natriureis yang terjadi kurang berarti dibandingkan dengan diureisi air, yang mungkin menyebabkan Hipernatremia. Karena diuretic Osmotik untuk meningkatkan ekskresi air dari pada ekskresi natrium, maka obat ini tidak digunakan untuk mengobati Retensi Na+.(Mary J Mycek, 2001). Manitol mempuyai efek meningkatkan ekskresi sodium, air, potassium dan chloride, dan juga elekterolit lainnya. (Mariannne Chulay, 2006).  
Pemberian Manitol untuk menurunkan Tekanan Intra cranial masih terus dipelajari dan merupakan objek penelitian, untuk mengetahui efek, mekanisme kerja dan efektifitas secara klinis manitol untuk menurunkan PTIK. Telah diketahui pemberian manitol banyak mekanisme aksi yang terjadi pada sistim sirkulasi dan darah dalam mengatur haemostasis dan haemodinamik tubuh, sehingga menjadi obat pilihan dalam menurunkan Peningkatan tekanan intra cranial. Berdasarkan Farmakokinetik dan farmakodimik diketahui beberapa Mekanisme aksi dari kerja Manitol sekarang ini adalah segagai berikut:
1. Menurunkan Viskositas darah dengan mengurangi haematokrit, yang penting untuk mengurangi tahanan pada pembuluh darah otak dan meningkatkan aliran darahj keotak, yang diikuti dengan cepat vasokontriksi dari pembuluh darah arteriola dan menurunkan volume darah otak. Efek ini terjadi dengan cepat (menit). 
2. Manitol tidak terbukti bekerja menurunkan kandungan air dalam jaringan otak yang mengalami injuri, manitol menurunkan kandungan air pada bagian otak yang yang tidak mengalami injuri, yang mana bisa memberikan ruangan lebih untuk bagian otak yang injuri untuk pembengkakan (membesar).
3. Cepatnya pemberian dengan Bolus intravena lebih efektif dari pada infuse lambat dalam menurunkan Peningkatan Tekanan intra cranial.
4. Terlalu sering pemberian manitol dosis tinggi bisa menimbulkan gagal ginjal. ini dikarenakan efek osmolalitas yang segera merangsang aktivitas tubulus dalam mensekresi urine dan dapat menurunkan sirkulasi ginjal.
5. Pemberian Manitol bersama Lasik (Furosemid) mengalami efek yang sinergis dalam menurunkan PTIK. Respon paling baik akan terjadi jika Manitol diberikan 15 menit sebelum Lasik diberikan. Hal ini harus diikuti dengan perawatan managemen status volume cairan dan elektrolit selama terapi Diuretik.
 
E. Indikasi dan Dosis pada terapi menurunkan Tekanan Intra Kranial.
Indikasi. Terapi penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan Tekanan intra cranial dimulai bila mana tekanan Intra cranial 20-25 mmHg (Dea Mahanes dalam Mariannne Chulay, 2006). Managemen Penatalaksanaan Peningkatan tekanan Intra cranial salah satunya adalah pemberian obat DIuretik Osmotik (Manitol), khususnya pada keadaan patologis Oedema Otak. Tidak direkomendasikan untuk penatalaksanaan Tumor Otak. Seperti yang telah dijelaskan diatas, Diuretik Osmotik (Manitol) menurunkan cairan total tubuh lebih dari kation total tubuh sehingga menurunkan volume cairan intraseluler. 
Dosis. Untuk menurunkan tekanan Intra cranial, dosis Manitol 0.25 – 1 gram/kg Berat Badan diberikan bolus intra vena (Dea Mahanes dalam Mariannne Chulay, 2006). Atau dosis tersebut diberikan intra vena selama lebih dari 10 – 15 menit. (Hudac & Gallo, 2005). Manitol dapat juga diberikan/dicampur dalam larutan Infus 1.5 – 2 gram/Kg BB sebagai larutan 15-20% yang diberikan selama 30-60 menit (sunaryo, 2005). Manitol diberikan untuk menghasilkan nilai serum osmolalitas 310 – 320 mOsm/L (Richard B. Arbour dalam Ignativicius. 2006). Osmolalitas serum seringkali dipertahankan antara 290 – 310 mOsm (Hudac & Gallo, 2005). Tekanan Intra cranial harus dimonitor, harus turun dalam waktu 60 – 90 menit, karena efek manitol dimulai setelah 0.5 - 1 jam pemberian. Fungsi ginjal, elektrolit, osmolalitas serum juga dimonitor selama klien mendapatkan Manitol. Perawat Perlu memperhatikan secara serius, pemberian manitol bila Osmolalitas lebih dari 320 mOsm/L. Karena Diureis, Hipotensi dan dehidrasi dapat terjadi dengan pemberian Manitol dalam jumlah dosis yang banyak. Foley Catheter harus dipasang selama klien mendapat Terapi Manitol. Dehidrasi adalah manisfestasi dari peningkatan sodium serum dan nilai osmolalitas.
Sedian Obat: Manitol produksi otsuka, Larutan Injeksi 20% dalam 250 ml atau 500 ml (MIMS petunjuk konsultasi, 2005/2006. halaman 149) 

F. Toksisitas
 Ekspansi Cairan Ekstraseluler.
Manitol secara cepat didistribusikan ke ruangan Ekstraseluler dan mengeluarkan air dari ruang Intraseluler. Awalnya, hal ini akan menyebabkan ekspansi cairan ektraseluler dan hiponatremia. Efek ini dapat menimbulkan komplikasi gagal jantung kongestif dan akan menimbulkan edema paru. Sakit kepala, mual, dan muntah ditemukan pada penderita yang mendapatkan diuretic ini. 
 Dehidrasi Dan Hipernatremia.
Penggunaan Manitol berlebihan tanpa disertai pergantian air yang cukup dapat menimbulkan dehidrasi berat, kehilangan air dan hipernatremia. Komplikasi ini dapat dihindari dengan memperhatikan ion serum dan keseimbangan cairan.
 Peningkatan TIK kembali pasca pemberian Manitol.
Meskipun osmotic ini telah lama dipertimbangkan memnyebabkan resiko balik, dengan Tekanan Intra cranial kem,bali tinggi. Atau menjadi lebih tinggi dari tekanan awal penanganan, fenomena seperti ini sekaran dipertayakan kembali. Bebarapa peneliti percaya bahwa resiko ini harusnya tidak terjadi bila pembarian obat dilakukan dengan tepat. Karena alasan ini pembarian manitol harus hati-hati, tepat dan pengawasan atau monitoring respon klien yang benar dan adekuat.

Kesimpulan
 Manitol merupakan obat terpilih saat ini untuk menurunkan tekanan intracranial (oedema Otak) yang disertai Hernisiasi. Mengingat Manitol mempuyai efek samping dan toksisitas maka pemberiannya harus dimonitor dengan ketat respon yang timbul selama pemberian manitol. Perawat bertanggung jawab terhadap pengawasan respon yang dialami klien akibat terapi Manitol.
Disusun oleh Halimudin, dipublish oleh Sunardi
Reference:
A.Vincent Tahmburaj, (2005). Intracranial Pressure. http://www.thamburaj.com/intracranial pressure. akses tangal 12 Februari 2005.
Bertram G Katzung, (2004): Basic and Clinical Pharmakology, 9Th edition,. Prentice Hall.
Ellen Barker. (2002). Neuroscience Nursing, a spectrum of care. Second Edition, Mosby.
Hudak & Gallo; (2005). Critical Care Nursing; A Holistic Aproach. 8/E J-B Lippincott Company.
Mariannne Chulay, Suzanne M. Burns, (2006): AACN Essentials of Critical Care Nursing. International Edition. By Mc Graw Hill.
Mary J Mycek, et all (2001); Lippincott’s Illustrated Reviews: Pharmacology, 3th edition, by Limppincott.
Black, Joyce M.& Jane Hokanson Hawks; (2005), Medical Surgical Nursing; Clinical Management For Positive Outcomes. Volume 2, 7th edition. Elsevier Saunders. (page 2195)

Brunner &Suddarth; (2004). Teksbook Of Medical-Surgical Nursing, 10th edition. Lippincott-Raven Publisher.

Ignativicius & Workman (2006): Medical Surgical Nursing: Critical Thingking For Collaborative Care. Volume 1, 5th edition. Elsevier Saunders
Price & Wilson: (2002). Pathophyiology: Clinical Concepts of Disease Processes. 6th edition. Elsevier Saunders.
Sulistia dkk (editor), (2005). Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Penerbit Gaya Baru. jakarta.
http://www.skeptcfiles.org/md001/osmoyic.htm. Osmotic Diuretics Mechanisms osmotic agents shift water between comprtements because th. akses tanggal 12 februari 2006. 
http://www.skeptcfiles.org/md001/osmoyic.htm. Laura Ibsen. Cerebral Resusitation and Increased Intracranial Pressure. Akses tanggal 12 februari 2006.
_____________, (2005/2006). MIMS Petunjuk Konsultasi, United Business Media.


31.lateralisasi?
Proses menjauhi bidang tengah tubuh

32.ketorolac?
KETOROLAC 10 MG INJEKSI 
GOLONGAN
 

GENERIK
Ketorolac tromethamine.
INDIKASI
Penatalaksanaan jangka pendek, nyeri akut sedang -berat setelah operasi prosedur bedah.
KONTRA INDIKASI
• Ulkus peptikum aktif, penyakit serebrovaskular, diatesis hemoragik, gangguan koagulasi, sindrom polip nasal, angioedema.
• Bronkospasme, hipovolemia, gangguan ginjal derajad sedang-berat riwayat asma, hamil, persalinan laktasi, anak usia kurang 16 tahun.
• Riwayat sindrom, Steven-Johnson atau ruam vesikulobulosa.
PERHATIAN
Iritasi, ulkus, perforasi atau Gastro Intestinal, hamil, laktasi, anak, usia lanjut.

Interaksi Obat:
Warfarin Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor, diuretik, obat nefrotoksik, obat anti epilepsi, obat psikoaktif.
EFEK SAMPING
Diare, dispepsia, nyeri Gastro Intestinal, neusea, sakit kepala, pusing, mengantuk, berkeringat, asma, dispnea, pruritus, urtikaria, vasodilatsi, pucat.
KEMASAN
Ampul 10 mg/mL X 6 Biji
DOSIS
Dewasa : Awal 10 mg Intra Muskular atau bolus Intra Vena, kemudian 10 - 30 mg tiap 4 - 6 jam. Maksimal : 90 mg/hari selama 2 hari. Usia Lanjut : Maksimal 60 mg.
 
HARGA : 
Rp. 68.310- / kemasan
Untuk transaksi pembelian produk di Medicastore bisa melalui telepon di 021 7279 9411 lihat Cara Transaksi 
 
  Harga tersebut diatas tidak mengikat dan sewaktu-waktu dapat berubah.
Untuk informasi harga terkini dan pembelian, silahkan hubungi call center kami di 021 7279 9411 atau email ke order@medicastore.com 
 

PABRIK
PT Novell Pharmaceutical Laboratories

Ketorolac
From Wikipedia, the free encyclopedia
Jump to: navigation, search
 

Ketorolac
Systematic (IUPAC) name

(±)-5-benzoyl-2,3-dihydro-
1H-pyrrolizine-1-carboxylic acid,
2-amino-2-(hydroxymethyl)-1,3-propanediol
Identifiers
CAS number
74103-06-3

ATC code
M01AB15

PubChem
3826

DrugBank
DB00465

ChemSpider
3694

Chemical data
Formula
C15H13NO3 

Mol. mass
376.4 g/mol
Pharmacokinetic data
Bioavailability
100% (All routes)
Metabolism
Hepatic

Half life
3.5-9.2 hrs, young adults;
4.7-8.6 hrs, elderly (mean age 72)
Excretion
Renal:91.4% (mean)
Biliary:6.1% (mean)

Therapeutic considerations
Pregnancy cat.
C(AU) C(US)

Legal status
℞ Prescription only
Routes
oral, I.M., I.V.

Ketorolac or ketorolac tromethamine (marketed under the trademarks Toradol and Acular in the US, where generics have also been approved, and various other brand names around the world) is a non-steroidal anti-inflammatory drug (NSAID) in the family of heterocyclic acetic acid derivatives, often used as an analgesic, antipyretic (fever reducer), and anti-inflammatory. Ketorolac acts by inhibiting the bodily synthesis of prostaglandins. Ketorolac in its oral (tablet or capsule) and intramuscular (injected) preparations is a racemic mixture of both (S)-(−)-ketorolac, the active isomer, and (R)-(+)-ketorolac. An ophthalmic (i.e., eye-drop) solution of ketorolac is available and is used to treat eye pain and to relieve the itchiness and burning of seasonal allergies.
Contents
[hide]
• 1 Chemistry 
• 2 Mechanism of action 
• 3 Indications 
• 4 Contraindications 
• 5 Adverse effects 
• 6 Warnings and precautions 
• 7 Dosage, availability and cost 
• 8 Patent controversy 
• 9 External links 
• 10 References 

 [edit] Chemistry
Although its name would suggest some similarity with propionic acid derivatives (including ketoprofen, flurbiprofen, naproxen, ibuprofen, etc.), ketorolac is a pyrrolizine carboxylic acid derivative structurally related to indomethacin.[1]
NSAIDs are not recommended for use with other NSAIDs because of the potential for additive side effects.
The protein-binding effect of most non-aspirin NSAIDs is inhibited by the presence of aspirin in the blood.
[edit] Mechanism of action
The primary mechanism of action responsible for ketorolac's anti-inflammatory, antipyretic and analgesic effects is the inhibition of prostaglandin synthesis by competitive blocking of the enzyme cyclooxygenase (COX). Like most NSAIDs, ketorolac is a non-selective COX inhibitor.
[edit] Indications
Ketorolac is indicated for short-term management of moderate to severe postoperative pain. Concerns about the high incidence of reported side effects led to restriction in its dosage and maximum duration of use. In the UK, treatment should be initiated only in hospital. Maximum duration of treatment should not exceed 5 days for tablets (per package insert), or 2 days for continuous daily dosing with intravenous or intramuscular formulations[2]. The ophthalmic formulation can be used instead of steroidal anti inflammatories in cases where a raised intraocular pressure (Glaucoma) is to be avoided.
[edit] Contraindications
Ketorolac is contraindicated in patients with a previously demonstrated hypersensitivity to ketorolac, and in patients with the complete or partial syndrome of nasal polyps, angioedema, bronchospastic reactivity or other allergic manifestations to aspirin or other non-steroidal anti-inflammatory drugs (due to possibility of severe anaphylaxis). As with all NSAIDs, ketorolac should be avoided in patients with renal (kidney) dysfunction. (Prostaglandins are needed to dilate the afferent arteriole; NSAIDs effectively reverse this.) The patients at highest risk, especially in the elderly, are those with fluid imbalances or with compromised renal function (e.g., heart failure, diuretic use, cirrhosis, dehydration, and renal insufficiency).
[edit] Adverse effects
Concerns over the high incidence of reported side effects with ketorolac trometamol has led to its withdrawal (apart for the ophthalmic formulation) in several countries, while in others its permitted dosage and maximum duration of treatment have been reduced. From 1990 to 1993, 97 reactions with a fatal outcome were reported worldwide[3]. A post-marketing surveillance study[4]indicated a dose-response relationship with average daily dose for both gastrointestinal bleeding and operative site bleeding, and an association between gastrointestinal bleeding and therapy for more than five days. Allergic reactions (anaphylactoid reactions, asthma, bronchospasm, Stevens Johnson syndrome, Lyell syndrome) have been reported. Fluid retention and oedema have been reported with the use of ketorolac and it should therefore be used with caution in patients with cardiac decompensation, hypertension or similar conditions. When this opthalmic formulation is instilled into the eye it can lead to an unpleasant short term burning pain for 4-5 seconds. Other adverse effects are similar to the ones associated with other NSAIDs. See inset "Ketorolac adverse effects."
Ketorolac adverse effects
Body system Effects
General Edema. Less frequently, hypersensitivity reactions (such as anaphylaxis, bronchospasm, laryngeal edema, tongue edema, hypotension), flushing, weight gain, or fever. Very infrequently, asthenia.

Cardiovascular
Hypertension. Less frequently, palpitation, pallor, or fainting (syncope).
Dermatologic
Rash or pruritus. Less frequently, Lyell's syndrome, Stevens-Johnson syndrome, musculo-papular rash, exfoliative dermatitis, or urticaria.

Gastrointestinal
Nausea, dyspepsia, gastrointestinal pain, constipation, diarrhea, flatulence, gastrointestinal fullness, vomiting or stomatitis. Less frequently, peptic ulceration, gastrointestinal hemorrhage, gastrointestinal perforation, melena, rectal bleeding, gastritis, eructation, anorexia, or increased appetite. Very infrequently, pancreatitis.

Hemic and lymphatic
Purpura. Less frequently, postoperative wound hemorrhage, thrombocytopenia, epistaxis, or anemia. Very infrequently, leukopenia or eosinophilia.

Neurological
Drowsiness, dizziness, headache, sweating, injection site pain. Less frequently convulsions, vertigo, tremors, abnormal dreams, hallucinations, or euphoria. Very infrequently, paresthesia, depression, insomnia, inability to concentrate, nervousness, excessive thirst, dry mouth, abnormal thinking, hyperkinesis, or stupor.

Respiratory
Less frequently, dyspnea, asthma and pulmonary edema. Very infrequently, rhinitis or cough.

Urogenital
Less frequently, acute renal failure. Very infrequently polyuria or increased urinary frequency.

[edit] Warnings and precautions
The most serious risks associated with ketorolac are, as with other NSAIDs, gastrointestinal ulcers, bleeding and perforation; renal (kidney) events ranging from interstitial nephritis to complete kidney failure; hemorrhage, and hypersensitivity reactions.
As with other NSAIDs, fluid and solute retention and edema have been reported with ketorolac. Ketorolac also elevates liver protein levels.
It should be noted that when administered intravenously through the same IV catheter as morphine, the two drugs have been known to sometimes combine to form a precipitate in the IV, which may block the line. Line flushing with a syringe of saline solution can push the blockage through.
Ketorolac is not recommended for pre-operative analgesia or co-administration with anesthesia because it inhibits platelet aggregation and thus may be associated with an increased risk of bleeding.
Ketorolac is not recommended for obstetric analgesia because it has not been adequately tested for obstetrical administration and has demonstrable fetal toxicity in laboratory animals.
Ketorolac is not recommended for long-term chronic pain patients.
However, ketorolac has been co-administered with meperidine and morphine without apparent adverse effects on patients.
[edit] Dosage, availability and cost
Oral dosage is 10 mg; United States price for 20 tablets hovers around US$28. Australian pricing for 20 tablets is around AU$44.[5] It is considerably less expensive in Mexico (where it is called ketorolaco, and marketed under various brand names, such as Glicima, from Atlantis Pharma, and Supradol, from Laboratorios Liamont), costing approximately US$10 for 20 tablets.
Injected dosages are 15, 30 and 60 mg; US price for 10 vials of 30 mg each is around US$45, making the intramuscular preparation considerably more expensive per dose. One 60-mg dose would require the administration by injection of two vials, at about $9 per dose. Australian pricing for 5 vials is around AU$58[5], or about $23 per dose. Ketorolac is not available on the Pharmaceutical Benefits Scheme.[6]
In the United States,[7] United Kingdom,[8] Canada,[9] and Australia[10] this drug cannot be sold over-the-counter and must be administered only with a prescription. It is commonly available over-the-counter in Mexico and other areas of Latin America, at the pharmacist's discretion.
[edit] Patent controversy
The Syntex company, of Palo Alto, California developed the ophthalmic solution Acular, and holds the registered trademark on that name, as well as on the Toradol. The actual product using this brand name is manufactured and distributed by Allergan under license from Syntex.[11]
Apotex, a Canadian manufacturer, offers generic Ketorolac tromethamine as a 0.5% ophthalmic solution and as 10 mg tablets under the name "Apo-Ketorolac"[12], in Canada and some other countries. Syntex and Allergan sued Apotex for patent infringement of US Patent No. 5,110,493, over the generic ketorolac tomethamine product. In May, 2005, the United States Court of Appeals for the Federal Circuit handed Apotex a victory, ruling that a lower court upholding the Syntex patent misapplied the rules for judging whether an invention was obvious. Allergan had claimed that the patent is valid until 2009.[13]
Ranbaxy, a Indian manufacturer makes ketorolac in tablets and ampoules under a name "Ketanov". Another Indian manufacturer Dr. Reddy's makes ketorolac under a name "Ketorol".

28. ORIF?
Open reduction internal fixation
From Wikipedia, the free encyclopedia
Jump to: navigation, search
Open Reduction Internal Fixation (ORIF) is a medical procedure. Open reduction refers to open surgery to set bones, as is necessary for some fractures. Internal fixation refers to fixation of screws and/or plates to enable or facilitate healing. Rigid fixation prevents micromotion across lines of fracture to enable healing and prevent infection. Some surgeons use titanium bone plates, screws, and intramedullar nails to rigidly fix fractures.
 29 makanan tinggi kalsium?
Susu
 Namun, sumber kalsium tidak hanya terdapat di susu. "Jika anak sulit minum susu, coba berikan makanan lain yang berbahan dasar susu sapi. Misalnya, keju tinggi kalsium, yogurt, atau es krim," kata dr. Johanes. Kalsium banyak terdapat di ikan teri, sarden, atau pepes ikan duri lunak
Banyak orangtua menyadari bahwa permen coklat berdampak buruk bagi kesehatan gigi, dan berupaya keras untuk membatasi konsumsi coklat pada anak-anak. Bagaimana cara membujuk anak untuk bersedia mengkonsumsi makanan yang sehat?
Risiko terbesar yang perlu mendapat perhatian orang tua, yakni kerusakan gigi pada anak. Untuk itu, berapa banyak dan berapa kali dalam sehari anak makan permen harus diperhatikan. Orangtua perlu menjelaskan kepada anak manfaat menjaga kesehatan gigi.
BERBAGAI jenis minuman berbusa (bubble) menyebabkan kerusakan gigi pada anak dan kalangan remaja, demikian hasil sebuah studi.
Mengonsumsi minuman yang mengandung karbonat meningkatkan kerusakan gigi sampai 59 persen pada anak berusia 12 tahun dan menyebabkan pengikisan sampai 220 persen pada anak usia 14 tahun, demikian hasil sebuah riset yang dimuat dalam Jurnal Kesehatan Gigi di Inggris.
Bagi mereka yang minum empat sampai lima gelas setiap harinya, maka resikonya akan meningkat sampai 252 persen bagi mereka yang berusia 12 tahun dan 513 persen bagi mereka yang berusia 14 tahun.
Mengatasi gigi keropos pada ortu
1.minum susu + air putih
2.bli odol mengatasi gigi kerospos
3.bli obat kumur
4.minum multivitamion penguat saraf

33.salterharris fracture? Introduction
Background
Salter-Harris fractures are fractures through a growth plate; therefore, they are unique to pediatric patients. Several types of fractures have been categorized by the involvement of the physis, metaphysis, and epiphysis. The classification of the injury is important because it affects the treatment of the patient and provides clues to possible long-term complications.
Pathophysiology
The histologic features of the physis are important for understanding the prognosis of physeal fractures. The germinal layer of the cartilage is on the epiphysis and derives nutrition from the epiphyseal vessels. Cartilage cells grow from the epiphysis toward the metaphysis, forming columns of cells that degenerate, fragment, and undergo hypertrophy. The fragments of cells mineralize. This is the zone of provisional calcification forming the metaphyseal border and is not bone. Note that no circulation exists in the cartilage zone. 
Neovascularization occurs from the metaphysis toward the epiphysis. Endothelial cells transform into osteoblasts and use the degenerate cell debris to form primary immature bone. This immature bone progressively is remodeled to mature woven bone and, further, is remodeled by cutting cones to form mature haversian system bone. Damage to either epiphyseal or metaphyseal vascular supply disrupts bone growth; however, damage to the layer of cartilage may not be significant if the surfaces are reapposed, and vascular supply to the growing cartilage is not permanently interrupted. When the 2 vascular beds touch, the physis is closed (fused) and no further bone growth is possible.
Age
Salter-Harris fractures are injuries through the physis. Therefore, by definition, they must occur before the physis closes. Typically, physis closure occurs during the teenage years.
Presentation
The classification of Salter-Harris fractures is used to describe the extent and site of the epiphyseal injuries. The basic types of Salter-Harris fracture include the following:
• Type I
o A type 1 fracture is a transverse fracture through the hypertrophic zone of the physis. In this injury, the width of the physis is increased. The growing zone of the physis usually is not injured, and growth disturbance is uncommon. 
o On clinical examination, the child has point tenderness at the epiphyseal plate, which is suggestive of a type I fracture.
 
• Type II
o A type II fracture is a fracture through the physis and the metaphysis, but the epiphysis is not involved in the injury. 
o These fractures may cause minimal shortening; however, the injuries rarely result in functional limitations. 
o Type II is the most common type of Salter-Harris fracture.
 
• Type III
o A type III fracture is a fracture through the physis and the epiphysis. This fracture passes through the hypertrophic layer of the physis and extends to split the epiphysis, inevitably damaging the reproductive layer of the physis. 
o This type of fracture is prone to chronic disability because by crossing the physis, the fracture extends into the articular surface of the bone. 
o However, type III fractures rarely result in significant deformity; therefore, they have a relatively favorable prognosis. 
o A type of ankle fracture termed a Tillaux fracture is a type of Salter-Harris type III fracture that is prone to disability. 
o The treatment for this fracture is often surgical.
 
• Type IV
o A Type IV fracture involves all 3 elements of the bone: The fracture passes through the epiphysis, physis, and metaphysis. 
o Similar to a type III fracture, a type IV fracture is an intra-articular fracture; thus, it can result in chronic disability. 
o By interfering with the growing layer of cartilage cells, these fractures can cause premature focal fusion of the involved bone. Therefore, these injuries can cause deformity of the joint.
 
• Type V
o A type V injury is a compression or crush injury of the epiphyseal plate with no associated epiphyseal or metaphyseal fracture. 
o This fracture is associated with growth disturbances at the physis. Initially, diagnosis may be difficult, and it often is made retrospectively after premature closure of the physis is observed. In the older teenagers, the diagnosis is particularly difficult. 
o The clinical history is paramount in the diagnosis of this fracture. A typical history is that of an axial load injury. 
o These injuries have a poor functional prognosis.
When all types of Salter-Harris fractures are considered, the rate of growth disturbance is approximately 30%. However, only 2% of Salter-Harris fractures result in a significant functional disturbance.
Rare types of Salter-Harris fractures include the following:
• Type VI: This is a rare injury and consists of an injury to the perichondral structures. 
• Type VII: This is an isolated injury to the epiphyseal plate. 
• Type VIII: This is an isolated injury to the metaphysis, with a potential injury related to endochondral ossification. 
• Type IX: This is an injury to the periosteum that may interfere with membranous growth.
Preferred Examination
Radiography always is the preferred examination in a suspected fracture. The use of another modality should not be considered until appropriate plain film radiography has been performed. 
In cases of severe injury in which the patient has acute pain, appropriate radiographic examination of the involved area may be difficult because of inadequate patient positioning. In these cases, CT may be beneficial in evaluating the injury after a radiologist has evaluated the plain radiographs. However, the cost of CT may prohibit its use in all cases in which the area of interest is suboptimally evaluated. CT should be considered only when radiographic findings are insufficient. Typically, an orthopedic surgeon and a radiologist make the decision to perform CT.
If an additional study is performed, its purpose is to determine the appropriate management and to assist in surgical planning. Thus, the surgeon performing the operation is best suited to request the imaging study. When further definition of fractures may help in making management decisions or when the injury does not respond to conservative management, the radiologist or orthopedic surgeon can recommend an appropriate examination to perform after plain radiography.
Currently, 2 radiologic examinations can be performed to further evaluate fractures: (1) CT with multiplanar reconstruction and (2) MRI. MRI depicts marrow edema, whereas CT shows cross-sectional bone detail and tomographic multiplanar information. The use of MRI in the evaluation of fractures is described below, but it is still in its infancy. At the present time, MRI is not the standard of care. CT is used more commonly; typically, it is used for planning surgery.
Limitations of Techniques
The primary disadvantages of MRI are related to its expense, time requirement, and availability, which limit the routine use of MRI. As techniques and software improve, the use of MRI in the acute trauma setting is likely to increase.
Differential Diagnoses
[Elbow Trauma - Pediatric]
Ankle, Fractures
Wrist, Scaphoid Fractures and Complications

34.ERB paralisis? Erb's Palsy (Erb-Duchenne Palsy, Brachial plexus paralysis) is a paralysis of the arm caused by injury to the upper group of the arm's main nerves (specifically, spinal roots C5-C7), almost always occurring during birth. Depending on the nature of the damage, the paralysis can either resolve on its own over a period of months, necessitate physical therapy or require surgery.[1]
35 INFUS INTRAOSEUS?
  Infus RL atau koloid 20 ml/kg BB dalam 10-15 menit, dapat diulang 2-3 kali. Bila akses vena sulit pada anak balita bisa dilakukan akses intraosseous di pretibia. Pada renjatan berat pemberian cairan bisa mencapai > 60 ml/kg BB dalam 1 jam. Bila resusitasi cairan sudah mencapai 2-3 kali tapi respon belum adekuat, maka dipertimbangkan untuk intubasi dan bantuan ventilasi. Bila tetap hipotensi sebaiknya dipasang kateter tekanan vena sentral (CVP).